Skip to main content

RUANG LINGKUP PEMBAGIAN AKHLAK ( Akhlak kepada Khalik, Makhluk dan Alam )


A.    Pengertian Akhlak
Akhlak  adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka sifat itu disebut akhlak yang baik, dan bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka disebut akhlak yang buruk. Didalam islam pengertian akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia diatas bumi yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan al-Hadist.
Akhlak menurut kaum muslimin, menujukkan kondisi jiwa yang menimbulkan perbuatan atau perilaku secara spontan. Seseorang dikatakan bermental penolong, ketika dihadapkan kepada orang yang sedang dirundung kesulitan-kesulitan, secara spontan akan memberikan pertolongan tanpa banyak memperhatikan atau memikirkan untung rugi, atau ketika seseorang sedang berjalan tiba-tiba tersandung batu, maka kata-kata yang akan keluar dari mulutnya mencerminkan akhlaknya, ketika yang keluar dari mulutnya kata-kata “innalillahi wa innailahi rojiun” atau “astaghfirullahaladzim” atau “subhanallah” maka itu berarti dia memiliki akhlak yang terpuji dan sebaliknya, ketika yang keluar dari mulutnya nama-nama penghuni kebun binatang, maka itulah akhlaknya. Jadi akhlak menunjukkan pada hubungan sikap batin dan perilaku secara konsisten.
Secara bahasa, akhlak berasal dari kata khalaqa  yang berarti ciptaan atau perbuatan. Melihat asal katanya akhlak mengandung arti perbuatan manusia, tetapi kata akhlak biasanya dikaitkan dengan perbuatan yang bernilai baik atau buruk. Karena itu objek yang  dikaji dalam pembahasan akhlak adalah aspek tingkah laku manusia dari segi nilai baik atau buruk. Dilihat dari struktur agama islam yang terdiri dari aqidah, syariah, dan akhlak, maka akhlak dapat dinyatakan sebagai perilaku yang tampak ketika seseorang telah melaksanakan syariat berdasarkan aqidah islam. Karena itu, secara sruktual akhlak dapat diartikan sebagai perilakun yang telah berkonotasi baik. Akan tetapi dalam realita sehari hari terdapat akhlak yang baik ( akhlaq al karimah) dan buruk (akhlak al mazmumah). Akhlak yang baik adalah perilaku yang sesuai dengan norma ajaran islam, sedangkan akhlak yang buruk adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma ajaran islam.
B.    Akhlak kepada Khaliq
Akhlak Kepada Khaliq (Allah) dapat diartkan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Dan dapat disimpulkan bahwa Pengertian Aklhak kepada Allah adalah :
1.      Akhlak kepada Allah adalah menjaga perkataan, sikap dan perbuatan agar tetap dekat dengan Allah, dalam arti selalu mengingat Allah.
2.      Akhlak kepada Allah dilaksanakan dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya.
3.      Cara yang dilakukan dlm berakhlak kpd Allah antara lain dengan tidak berbuat syirik (An-Nisa; 116), bertaqwa (An-Nur: 35, Al-Baqarah 177), ridha dan Ikhlas thd takdirNya (Al-Baqarah 222), bersyukur (Al-Baqarah 152), dan beribadah (Az-Zariyat 56)
      Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk (lihat QS. Al-thariq (86) 5-7). Dalam ayat lain Allah mengatakan  bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (Rahim), setelah ia menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. (lihat QS. Al-mu’minun (23) 12-13), dengan demikian sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakannya.
      Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, pengkilatan, akal fikiran, dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Seperti firman Allah berikut :
وَاللهُ اَخْرَجكُمْ مِنْ بُطُونِ اُمَّهَتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَ جَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَاْلاَبْصَارَ وَاْلاَفْئِدَةَ لَعَلَكُمْ تَشْكُرُونَ (78)
Artinya: dan Allah mengeluaran kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl :78).
Ketiga, karna Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. (lihat QS. al jatsiyah: 45: 12-13).
Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَني اَدَمَا وَحَمَلْنَهُمْ فِي البَحْرِ وَرَزَقْنَهُمْ مِنَ الطَّيِّببَتِ وَفَضَّلْنَهُمْ على كَثِيْرٍمِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً
Artinya: dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu adam, dan kami angkut mereka di darat dan di laut dan kami angkut mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas banya makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (QS. Al isra :12 :70)
Namun demikian, sesungguhpun Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan diatas bukanlah menjadi alaasan Allah yang ingin di hormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaanNya Akan tetapi sebagaimana manusai sewajarnya menunjukkan akhlak yang sesuai kepada Allah.
Para ulama menjelaskan bahwa berakhlaq baik kepada Sang Khaliq berputar pada tiga perkara:
  1. Membenarkan berita yang datang dari Allah subhanahu wata’ala
  2. Menerima hukum-hukum yang Allah tetapkan dengan mengamalkannya
  3. Menerima takdir Allah dengan sabar dan ridha

Selanjutnya kita akan jelaskan lebih detil lagi tentang tiga perkara ini.
Pertama: Membenarkan berita yang datang dari Allah subhanahu wata’ala
Maksudnya adalah seseorang tidak boleh ragu dan bimbang dalam membenarkan berita yang datang dari Allah, karena berita dari Allah bersumber dari ilmu Allah yang paling benar perkataannya. Allah ta’ala berfirman:
مَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
“Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?” (An Nisa: 87)
Maka wajib membenarkan berita dari Allah dengan mempercayainya, membelanya, berjihad di jalan Allah dengannya, di mana dia tidak dimasuki oleh keraguan dan kerancuan tentang kebenaran Al Qur’an dan As Sunnah. Apabila seseorang sudah memiliki akhlaq seperti ini maka dia pun bisa menolak setiap syubhat, kerancuan yang dibawa oleh orang-orang inkarul hadits (orang-orang yang menentang hadits, tidak mau menerima hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam). Demikian juga dia bisa menolak setiap syubhat yang dibawa oleh para pelaku kebid’ahan yang menambah-nambahi ajaran agama dengan apa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan demikian juga dia bisa menolak semua syubhat orang-orang kafir yang membenci kaum muslimin. Kita ambil contoh hadits “Lalat” yang diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :                                                                            
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ  فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
“Jika seekor lalat jatuh dalam minuman salah seorang dari kalian, maka hendaklah ia celupkan lalat itu ke dalam minuman, lalu setelah itu hendaknya ia membuang lalat itu, karena sesungguhnya di dalam salah satu sayapnya terdapat penyakit, dan di sayap lainnya terdapat obat.” (HR. Al Bukhari, 5782)
Ini adalah berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara-perkara yang ghaib, Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan dari hawa nafsunya, tetapi yang beliau ucapkan adalah wahyu Allah. Ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia, sedangkan manusia tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bahkan Allah berfirman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.”  (Al An’am: 50
Berita, hadits tentang lalat ini wajib untuk kita terima dengan akhak yang baik. Dan berakhlak baik terhadap hadits ini adalah dengan menerimanya serta menetapkan bahwa hadits yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar, walau pun orang-orang menentangnya.
Demikian pula kita yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa pendapat yang menyelisihi hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam adalah pendapat yang keliru dan batil, hal ini karena Allah berfirman :
فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
“Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (Yunus: 32)
Kedua: Menerima hukum-hukum yang Allah tetapkan dengan mengamalkannya
Tidaklah sepantasnya bagi seseorang untuk menolak hukum Allah. Apabila seseorang menolak hukum Allah maka apa yang dia lakukan adalah bentuk akhlak buruk kepada Allah. Sama saja penolakan itu dalam bentuk pengingkaran, atau sombong tidak mau mengamalkan, menolak atau menyepelekan pengamalannya.  Ini semua merupakan akhlaq yang jelek kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita ambil contoh syariat puasa. Tidak diragukan lagi bahwa puasa adalah amalan yang berat bagi jiwa kita. Ketika berpuasa kita meninggalkan perkara-perkara yang kita sukai seperti makanan, minuman, dan jima’. Ini adalah suatu perkara yang berat.
Bagi seorang mu’min, ia akan berakhlak baik kepada Allah dengan menerima beban syariat ini, atau dengan kata lain dia akan menerima kemuliaan ini. Karena hakikatnya syariat puasa ini adalah nikmat dari Allah. Maka seorang mu’min akan menerima pensyariatan ini dengan lapang dada dan ketenangan. Kita akan mendapati orang-orang yang beriman berpuasa pada siang hari yang panas sedangkan ia dalam keadaan ridha, lapang dada, karena ia berakhlak baik kepada Penciptanya. Sebaliknya orang yang berakhlak buruk kepada Allah akan menerima ibadah seperti ini dengan keluh kesah serta kebencian. Dia pun berpuasa dengan penuh keterpaksaan, atau bahkan tidak berpuasa sama sekali.
Ketiga: Menerima takdir Allah dengan sabar dan ridha
Kita semua telah mengetahui bahwa takdir-takdir Allah yang menimpa mahluk-Nya tidak semua sesuai dengan keinginan si hamba. Ada sesuai dengan keinginan kita, adapula yang bertentangan dengan keinginan kita. Misalnya sakit, keadaan seperti ini bukan keinginan kita. Semua manusia tentu ingin sehat.Contoh yang lainnya misalnya kemiskinan. Ini juga bukan keinginan kita. Setiap manusia pasti ingin hidup kaya atau berkecukupan.
Akan tetapi takdir Allah dengan hikmah-Nya bermacam-macam, sebagian ada yang disukai manusia dan ia pun berlapang dada dengan takdir tersebut. Dan sebagian lagi tidak disukai manusia. Maka akhlak yang baik kepada Allah berkenaan dengan takdir-takdir-Nya adalah dengan ridha dengan apa yang Allah takdirkan. Merasa tenang dan lapang dengan takdir tersebut serta hendaknya kita menyadari bahwa tidaklah Allah menakdirkan bagi kita seseuatu melainkan karena hikmah dan tujuan yang terpuji serta patut kita syukuri.
Jadi inti dari akhlak baik kepada Allah dalam perkara takdir adalah ridha, dalam bahasa jawa sering dikenal “nrimo” atau berserah diri, dan merasa tenang dengan takdir-takdir Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu Allah ta’ala memuji orang-orang yang bersabar di dalam firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)
“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Al Baqarah: 155-156)
Dan adapun pendapat lain berpendapat bahwa akhlak kepada Allah ada beberapa perkara yaitu :
Peta Konsep:

1.      Taqwa
a.       Taqwa bermakna memelihara diri, yaitu pemeliharaan terhadap apa yang ditakuti, yaitu Allah.
b.      Muttaqin adalah orang-orang yang memelihara diri dari azb dan kemarahan Allah di dunia dan di akhirat.
c.       Taqwa adalah: mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
d.      Hakikat Taqwa adalah integrasi dari iman, islam dan ihsan (QS. Al-Baqarah 2-4, 177), yang dilaksanakan secara maksimal (QS. Ali Imran 102).
e.       Manfaat Taqwa:
·         Dapat bersikap furqan, dapat membedakan mana yang hak dan yang batil (QS. Al-Anfal 29)
·         mendapatkan berkah (QS. Al-A’raf 96)
·         memperoleh jalan keluar dari kesulitan (QS. At-Talaq 2)
·         memperoleh kemudahan dalam urusan (QS. At-Talaq 4)
·         mendapatkan rizki yang tidak terduga (QS. At-Talaq 3).
·         mendapatkan magfirah dan pahala yang besar (QS. Al-Anfal 29, At-Talaq 5)
2.      Cinta dan Ridha
a.       Cinta (mahabbah) adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan kasih sayang.
b.      Landasan cinta kepada Allah adalah QS. Al-Baqarah 165.
c.       Cinta dibagi menjadi dua: cinta utama (cinta kepada Allah dan Rasul-Nya), dan cinta menengah (cinta kepada ortu, anak, harta benda). Cinta menegah harus dibawah cinta utama dan tidak boleh melebihinya.
d.      Cinta kepada Allah bersumber dari iman, semakin tebal imannya semakin tinggi cintanya.
e.       Konsekuensi cinta kepada Allah adalah mengikuti semua yang diajarkan rasul Saw (QS. Ali Imran 31).
f.        Ridha adalah: menerima dengan sepenuh hati segala yang datang dari Allah dan rasul-Nya, baik perintah, larangan, maupun petunjuk lainnya.
g.      Sikap ridha tumbuh karena didasari cinta kepada Allah.
3.      Ikhlas
a.      Ikhlas berasal dari kata khalasa yang berarti bersih, murni, tdk bercampur.
b.      Ikhlas (etimologis): beramal semata-,ata mengharapkan ridha Allah.
c.      Faktor penentu keihklasan:
·      Niat, karena menentukan diterima tidaknya amal seseorang.
·      Beramal sebaik-baiknya, dengan etos kerja dan profesionalitas yang tinggi, serta berkualitas.
·      Pemanfaatan hasil usaha yang tepat, yaitu untuk kebaikan dan kemaslahatan.
d.      Ciri orang yang ikhlas: tidak sombong jika berhasil, tidak kecewa jika gagal, bersemangat dalam beramal.
e.       Lawan dari ikhlas adalah Riya. Riya termasuk sirik kecil yang dapat menghapus amalan seseorang.
4.      Khauf dan Raja’
a.       Khauf artinya takut, sedangkan Raja’ artinya berharap.
b.      Khauf adalah rasa takut yang harus bersumber dari rasa takut kepada Allah. Rasa takut tsb disebabkan oleh dua hal: karena dia mengenal Allah dan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya.
c.       Orang yang Khauf adalah orang yang meninggalkan sesuatu perbuatan karena takut akan hukumannya.
d.      Raja’ adalah menautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja’ harus didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh.
e.       Khauf dan raja’ harus dimiliki secara seimbang. Jika yang dominan khauf akan menjadikan sikap pesimisme, jika yang dominan raja’ membuat orang lupa akan azab Allah (QS. Yusuf 87, dan Al-A’raf 99).
f.        Khauf didahulukan dari Raja’. 
5.      Tawakkal
a.       Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusan kepada-Nya.
b.      Tawakkal adalh buah dari keimanan, yang harus diawali dengan ikhtiar, yaitu usaha keras dan maksimal.
c.       Hikmah Tawakkal: mendapatkan ketenangan batin, baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, mendapatkan rasa percaya diri menghadapi masa depan.
6.      Syukur
a.       Syukur adalah memuji pemberi nikmat atas segala kebaikan yang telah diterimanya.
b.      Syukur memiliki tiga unsur: mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah.
c.       Syukur melibatkan tiga dimensi, yaitu: hati, lisan, dan anggota badan.
d.      Perintah Syukur kepada Allah adalah QS. Al-Baqarah 152, Al-Luqman 12.
e.       Keutmaan Syukur adalah mendapat tambahan nikmat yang berlimpah (QS. Ibrahim 7).
7.      Muraqabah
a.       Berasal dari kata raqaba, yang berarti menjaga, mengawal, menanti dan mengamati.
b.      Muraqabah: kesadaran orang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah. Kesadaran tersebut lahir dari keimanannya.
c.       Dasar Muraqabah; QS. An-Nisa 1, Al-Ahzab 52, Al Mukmin 19.
d.      Muraqabah tertinggi adalah apabila seseorang beribadah dia bersikap seolah-olah dia melihat Allah dan meyakini bahwa Allah melihatnya.
e.       Muraqabah mendorong seseorang untuk bermuhasabah, yaitu mengevaluasi semua perbuatan yangb telah dilakukan.
8.      Taubat
a.       Berasal dari kata taba yang berarti kembali.
b.      Orang yang bertaubat adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju kepada sesuatu, kembali dari sifat tercela menuju sifat terpuji.\
c.       Dasar taubat adalah QS An-Nur 31, At-Tahrim 8.
d.      Dimensi Taubat ada lima yaitu:
·         Menyadari kesalahan.
·         Menyesali kesalahan.
·         Memohon ampun kepada allah (istigfar).
·         Berjanji tidak akan mengualanginya.
·         Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal saleh.
C.    Akhlak kepada Makhluk
1.      Akhlak terhadap Manusia
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam bermasyarakat kita perlu saling menghargai, bagaimana cara bersikap kepada orang yang lebih tua maupun muda. Ini merupakan alasan mengapa akhlak sangat penting bagi sesama manusia, karena dengan kita berakhlak, maka kita akan dapat saling menghargai satu sama lain.
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.
Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammad Saw. misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”.(QS.al-Hujurât[49]:2).
Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik, Al-Quran memerintahkan, “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.(Qur’an-surat:al-Baqarah[2]:83).
Akhlak terhadap manusia terbagi dua, yaitu:
a.       Akhlak Terpuji
a)      Belas kasih atau sayang (al­­-shafaqah)
Ialah sikap jiwa selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain.
b)      Rasa persaudaraan (al-ikha)
Ialah sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lian, karena ada keteriakan batin dengannya.
c)      Memberi nasehat (An- Nasihah)
Ialah suatu upaya untuk memberi patunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan; baik ketika orang di nasehati telah melakukan hal-hal yang buruk,maupun belum.
d)      Menahan amarah (kazmu al- ghaizi)
Ialah upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain.
e)      Sopan-santun (al-hilmu)
Ialah sikap jiwa yang lemah-lembut terhadap orang lain, sehingga dalam perkataan dan pembuatannya selalu mengandung adap-kesopanan yang mulia.
f)       Suka memaafkan (al- `afwu)
Ialah sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah di perbuat terhadapnya.
g)      Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, sedangkan hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.
h)      Tawadhu’
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
i)       Tasamuh
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
j)       Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.
b.      Akhlak Tercela
a)      Mudah Marah (Al- Ghodab)
Ialah kondisi emosi seseorang yang tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.
b)      Iri Hati Atau dengki ( al-hasadu atau al- hiqdu)
Ialah sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan  dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali.
c)      Mengadu-adu (an-namimah)
Ialah suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain,dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.
d)      Mengupat (al-ghibah)
Ialah suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
e)      Bersikap congkap (al-ash’ar)
Ialah suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya, maupun perkataannya.
f)       Sikap kikir (al-bukhlu)
Kikir ialah suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
g)      Berbuat aniaya (al-zulmu)
Berbuat aniaya ialah suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materiil maupun non materiil.
h)      Dendam
Dendam ialah keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan.
2.      Akhlak terhadap Lingkungan Hidup
Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Memakmurkan alam adalah mengolah sumber daya yang berada di alam sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk diolah oleh manusia dengan kerja keras dan dipelihara sehingga mampu melahirkan nilai yang tinggi. Kekayaan alam yang berlimpah disediakan oleh Allah untuk digunakan oleh manusia dengan cara mengambil dan memberi manfaat, baik dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusaknya.
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat-lipat. Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia. Kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh akhlak yang buruk terhadap lingkungan seperti hutan yang dieksploitasi tanpa batas sehingga melahirkan malapetaka kebakaran hutan yang menghancurkan tanaman hutan dan habitat hewan- hewannya.
Eksploitasi kekayaan laut tanpa memperhitungkan kelestarian ekologi laut telah menimbulkan kerusakan hebat,baik habitat hewan maupun tumbuh- tumbuhan. Sayangnya, semua itu dilakukan semata-mata untuk mengejar keuntungan ekonomi yang bersifat sementara, namun akibatnya mendatangkan kerusakan alam yang parah dan tidak bisa direhabilitasi dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak menyadari sifatnya yang sombong, egois, rakus, dan angkuh yang merupakan bentuk akhlak terhadap lingkungan yang sangat buruk dan tidak terpuji. Padahal tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi yaitu sebagai wakil Allah yang seharusnya bertugas memakmurkan, dan melestarikan alam. Firman Allah SWT. dalam Surah Ar-Rum Ayat 41. Artinya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
3.      Akhlak terhadap Tumbuh-tumbuhan
Lingkungan hidup merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan, bukan saja terhadap manusia akan tetapi juga bagi makhluk yang lain seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu lingkungan harus tetap terjaga keserasian dan kelangsungan hidupnya sehingga secara berkesinambungan tetap dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Nazi’at : 31-32. Artinya :
"Ia memancarkan daripadanya mata air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan gunung-gunung dipancangkanNya dengan teguh (semua) itu untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu."
Akhlak terhadap lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan insan yaitu dengan menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan. Apa yang kita saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap lingkungan. Sehingga akhirnya , akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir, tanah longsor, kebakaran, dan isu yang sering dibicarakan yaitu "global warming" sedang mengancam manusia. Allah telah Berfirman dalam Surat Al Qashas : 77. Artinya :
"Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. dan janganlh kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. "
Di antara anugerah Allah kepada manusia adalah diciptakan -Nya tumbuh- tumbuhan. Sebagian besar makanan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan. Demikian pula makanan binatang- binatang ternak, sebagian besar adalah tumbuh- tumbuhan yang bermacam-macam jenisnya. Firman Allah Surah Taha Ayat 53. Artinya :
“Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.”
Manusia perlu menyayangi tumbuh- tumbuhan karena sebagian dari pemenuhan keperluan hidup manusia itu berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik tumbuh- tumbuhan yang dapat dimakan, seperti daunnya, maupun tumbuh- tumbuhan yang batang atau bunganya dapat diambil manfaatnya dan berfungsi membersihkan udara. Semuanya perlu diberi air sesuai dengan kebutuhannya.
Tumbuhan yang ditanam di sawah dan ladang perlu disiangi agar pertumbuhannya dan perkembangannya tidak terganggu oleh rumput- rumput yang tidak berguna.Tanam- tanamanan dipelihara yang harus dijaga jangan sampai dirusak atau dimakan oleh hama. Tanaman yang telah dimakan atau dirusak hama hendaklah diberi pembasmi hama. Usahakan agar tanaman mendapat sinar matahari dan dapat terkena hujan. Itulah sebagian di antara cara- cara menyayangi tumbuh- tumbuhan.
4.      Akhlak terhadap Binatang
Dikisahkan pada suatu hari ketika Rasulullah SAW hendak pulang dari suatu tempat, terlihatlah seekor kucing sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakai beliau. Beliau memperhatikan mahluk Allah yang sedang terkulai di atas jubahnya, dan rupanya mereka tengah tertidur pulas. Alih alih membangunkan mereka, beliau  memilih memotong sebagian jubah hingga tidur kucing-kucing tersebut tidak terganggu. Tidur lelap adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT dan beliau rupanya merasa tidak layak mengganggu mahluk Allah yang sedang merasakan nikmat tidur tersebut.
Umat Islam tentu tahu, Rasulullah SAW bukanlah Nabi yang bergelimang harta dan kemewahan, bisa jadi jubah tersebut hanya satu–satunya yang beliau miliki, namun  pengorbanan demikian tidaklah terasa berat olehnya. Maka jika akhlak Rasulullah SAW terhadap hewan seperti kucing saja sedemikian tingginya, bayangkanlah ahlak beliau  terhadap manusia dan penciptanya. Hal ini dinyatakan dalam Al Qur’ an dan terekam abadi sepanjang zaman. Seperti yang termaktub dalam Surah Al Ahzab :21. Artinya :
” Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang -orang yang mengharap rahmat Allah…”
Namun kadangkala kita yang mengaku umatnya sering berbuat semena-mena terhadap hewan, ada yang kita adu-adu, kita siksa seenaknya, kita buru dan sakiti hanya untuk kesenangan. Burung-burung yang terbang kita ketapel atau dihujani peluru senapan angin, ayam jago kita adu-adu sampai meregang nyawanya bahkan kucing yang mengeong meminta sisa makanan kita tendang begitu saja. Padahal hampir semua kaum muslimin pernah mendengar riwayat tentang orang yang diampuni Allah SWT karena menolong anjing yang kehausan.
Binatang/ hewan ternak yang halal dikonsumsi memang tidak lain tidak bukan diciptakan Allah SWT untuk keperluan manusia , namun sungguh tidak berarti kita bebas berlaku  sewenang–wenang terhadap mereka. Tidak sekedar menyembelih dengan membaca  Bismillah, namun tata cara menyembelihpun tidak diabaikan oleh agama yang sejatinya merupakan rahmat untuk seisi dunia.
Kita harus memiliki akhlak yang terpuji terhadap binatang. Alam hewani sengaja diciptakan oleh Allah bagi kepentingan makhluk hidup lainnya, khususnya manusia. Manusia juga dapat belajar mengenai bermacam hal dari hewan- hewan tersebut.
Hewan ada yang bersifat liar, jinak, atau hewan peliharaan. Ada juga hewan yang terbang di angkasa, berenang di air, tetapi semua itu adalah jenis makhluk yang memiliki banyak persamaannya dengan manusia yang merasakan lapar, haus, berkelamin, hidup berkelompok, dan sebagaimana kehidupan makhluk manusia. Firman Allah SWT Surah Al An’am ayat 38. Artinya :
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami apakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Binatang ternak atau peliharaan atau binatang apa pun jenisnya yang dipelihara perlu disayangi. Cara menyayangi binatang peliharaan antara lain dengan memberinya makanan, menyediakan tempatnya (kandang) yang wajar, memelihara kebersihannya, menjaga kesehatannya, bahkan kalau mungkin mengobatinya apabila sakit sebagaimana yang dilakukan oleh kebun binatang pada umumnya.
Kebiasaan mengadu binatang-binatang tertentu sesungguhnya juga berarti menyiksa binatang tersebut. Terlebih apabila mengadu binatang dengan memakai taruhan karena perbuatan ini adalah judi, sedangkan berjudi termasuk dosa besar.
Binatang ternak yang akan dimakan dagingnya tentu harus disembelih lebih dulu. Menyembelih hewan pun ada peraturannya agar binatang yang disembelih tidak tersiksa. Di antara peraturan tersebut antara lain ketika akan menyembelih hendaknya memakai alat yang tajam, dan sebelum disembelih, binatang tersebut hendaklah diberi makan sampai kenyang. Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa kita diperintahkan untuk menyayangi binatang. Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai berikut, yang artinya:
"Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik atas segala sesuatu, maka apabila kamu membunuh (hewan) hendaklah membunuh dengan baik, dan apabila kamu menyembelih maka sembelihlah dengan baik, dan hendaklah kamu menajamkan pisaumu, dan hendaklah binatang sembelihan itu disenangkan (dengan cara memberi makan sebelum disembelih).” (HR Muslim).
Dengan demikian, kita boleh membunuh binatang yang membahayakan atau merugikan. Kita diperintah untuk mem¬bunuhnya, asal saja ketika melaksanakannya tidak didahului dengan penyiksaan, seperti menyirami tikus dengan minyak tanah, kemudian baru membakarnya. Bunuhlah binatang itu dengan alat yang menyebabkan ia segera mati sehingga ia tidak merasa tersiksa.
5.      Akhlak terhadap Makhluk Ghaib
Selain menciptakan manusia, Allah SWT juga menciptakan jin. Jin merupakan makhluk gaib yang harus kita imani. Perlu kita ketahui bahwa selain ada jin yang taat dan patuh kepada Allah SWT ada pula jin yang tidak patuh dan taat kepada Allah SWT diantaranya iblis dan setan. Iblis dan setan adalah makhluk Allah SWT yaitu sejenis jin yang diciptakanNya dari api yang sangat panas, jauh sebelum diciptakan-Nya Nabi Adam as.
Kita meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam dan Mahakuasa serta Maha berkehendak, sedangkan semua makhlukNya termasuk jin, iblis dan setan berada di dalam kekuasaanNya. Oleh karena itu, cara menyikapi adanya jin, iblis dan setan adalah sebagai berikut:
a)      Jangan menuruti langkah-langkah setan.
b)      Tidak terganggu dan terjebak dalam kehidupan jin, iblis dan setan.
c)      Selalu mengingat Allah dan memohon pertolongan-Nya dari segala godaan iblis dan setan.
d)      Melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
D.    Akhlak kepada Alam
Alam ialah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi beserta isinya, selain Allah. Allah melalui Al quran mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta beserta isinya.
Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikannya dengan baik. Ada kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal sebagi berikut :
1.      Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi.
2.      Bahwa alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh al quran.
3.      Bahwa allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang bersifat umum dan yang khusus.
4.      Bahwa allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur.
5.      Manusia berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi.
Manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atau kerusaakannya, karena sangat memengaruhi kehidupan manusia. Alam yang masih lestari pasti dapat memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi sulit, rezeki sempit dan dapat membawa kepada kesengsaraan. Pelestarian alam ini wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, bangsa dan negara.
Manusia hidup bergantung pada alam sekitar. Mula-mula mereka hidup secara berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat-tempat yang menyediakan hidup dan makan. Mereka lalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain setelah bahan makanan habis dan tidak didapat. Namun seiring dengan kemajuan kehidupan manusia, bukan berarti ketergantungan dan kebutuhannya terhadap alam semakin berkurang. Mereka tetap membutuhkan alam sekitarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan hidupnya. Untuk itu, manusia harus menjaga keharmonisan hubungannya dengan alam dan makhluk di sekitarnya, yaitu dengan cara berakhlak yang baik kepadanya. Dalam ajaran Islam, akhlak kepada alam seisinya dikaitkan dengan tugas manusia sebagi khalifah di muka bumi. Akhlak manusia terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga.
      Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam sekitarnya sebagai berikut :
1.      Melarang penebangan pohon-pohon secara liar.
2.      Melarang perburuan binatang secara liar.
3.      Melakukan reboisasi.
4.      Membuat cagar alam dan suaka margasatwa.
5.      Mengendalikan erosi.
6.      Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai.
7.      Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan masyarakat.
8.      Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.
Manusia di bumi sebagai khalifah, mempunyai tugas dan kewajiaban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik. Allah berfirman dalam QS. Al-Qashas : 77 yang artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Adapun akhlak manusia terhadap alam yang wajib dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1.      Memerhatikan dan merenungkan penciptaan alam. Allah berfirman :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. ( QS. Ali Imran : 190 )
2.      Memanfaatkan alam beserta isinya, karena Allah ciptakan alam dan isinya ini untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Djatnika, Rakhmat. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas. 1992.
Jurnal Oleh: Abu Umar Al Bankawy, December 27, 2011, Bagaimana Akhlaq Kita terhadap Sang Khaliq?
Nata abudin, 2013, akhlak tasawuf dan karakter mulia, Depok : Rajagrafindo Persada
http://suliani-agustin.blogspot.co.id/2016/01/makalah-akhlak-kepada-allah-swt-dan.html
http://makalahakhlaktasawuf.blogspot.co.id/2012/01/akhlak-kepada-allah-manusia-dan-alam.html
Dr. Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia, Bandung, 2008
Kementrian Lingkungan Hidup RI, “Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup”. Jakarta, 2002.
Drs. H. Ambo Asse, M.Ag. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar: Berkah Utami.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN PUBDEKDOK

LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN Bidang Pubdekdok Kegiatan Calon Anggota Penerus (KECAP) 201 8 Himpunan Mahasiswa Majalengka (HIMMAKA) Bandung Periode 2017-2018 A.    PENDAHULUAN Assalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh… Segala puji dan syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan segala rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita, sehingga mampu untuk melalui segala aktivitas keseharian kita. Shalawat dan taslim kita tujukan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., yang dengan segala kesabaran serta kesungguhan Beliau yang telah membimbing dan mengangkat derajat kita semua dari lembah yang penuh kedzaliman menuju ke jalan yang penuh kebenaran dan niscaya mendapatkannya. Sebagai insan akademis, mahasiswa dihadapkan pada berbagai situasi yang tentunya tidaklah sangat mudah untuk diselesaikan, sebab mereka harus mampu untuk menjawab dan menyelesaikan segala tantangan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini kemudian yang mendorong dalam m

CONTOH LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN BIDANG LOGISTIK

LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN   BIDANG LOGISTIK KEGIATAN CALON ANGGOTA PENERUS ( KECAP ) 2018 Himpunan Mahasiswa Majalengka (HIMMAKA) Bandung Periode 201 7 - 201 8 A.       Pendahuluan Assalamu’alaikum. Wr.Wb Puji dan Syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya semoga sampai kepada kita selaku umatnya amin Jauh-Jauh hari kebelakang yaitu Kegiatan Kecap HIMMAKA Alhamdulillah telah kita Lendingkan bersama. Persiapan-persiapan telah kita lakukan Jauh-jauh hari sebelum acara Kecap HIMMAKA dilaksanakan, sesuai dengan Jobdes bidangnya masing-masing yang telah diinstruksikan oleh Ketua Pelaksana (OC) dan Jajarannya. Salah satunya Bidang kami yaitu Bidang Logistik, dalam kegiatan ini untuk menjalankan tugas kinerja bidang   persiapan yang harus dilakukan tidaklah mudah. Tapi Alhamdulillah seiring dengan dukungan dan kerja sama kami, Jobdes yang