RESENSI STRATEGI DAN METODOLOGI PENGAJARAN
BAHASA ARAB
Judul Buku : STRATEGI DAN METODOLOGI PENGAJARAN
BAHASA ARAB
Penulis : Nanang Kosim
Penerbit : ARFINO RAYA
Tahun Terbit : Cetakan ke-1 Januari 2016
Tebal : 144 Halaman
Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm
Harga Buku : Rp. 30.000,00
BAB 2
PERSPEKTIF PENGAJARAN BAHASA ARAB
1. Pendahuluan
Dalam pengajaran bahasa asa tiga istilah yang
perlu dipahami pengertian dan konteksnya secara tepat, yakni pendekatan,
metode, dan teknik. Edward Anthony
(1963) menjelaskan konsep ketiga istilah tersebut sebagai berikut.
Pendekatan adalah seperangakat asusmsi kebenaran dengan hakikat bahasa dan
belajar mengajar bahasa. Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa
secara sistematis berdasarkan pendekatan yang telah ditentukan. Adapun teknik,
selaras dengan metode dan pendekatan yang telah dipilih.
Pada tahun 1980-an, Jack Richard dan Theodore
Rodges (dalam Brown,2001) mereformulasi konsep “metode” dan memberikat penamaan
baru untuk “pendekatan, metode, rancangan, dan prosedur”. Dalam kosep baru ini,
metode menjadi istilah kunci untuk menggambarkan ketiga tahapan proses
(pendekatan, rancangan, dan prosedur) tersebut atau menjdi payung utama untuk
spesifikasi dan interelasi antara teori dan praktik.
Pada kenyataannya, istilah metode dan
pendekatan sering digunakan secara bergantian untuk mengungkapkan maksud yang
sama sehingga terkesan adanya kerancuan.
Di dalam bahasa Arab istilah yang paling utama
dipakai adalah tariqah (jamak tara’iq), yang tepat dipandankan dengan metode.
Padanan untuk pendekatan adalah madkhal (jamak madakhil), sedangka teknik
adalah uslub (bentuk jamak asalib) atau ijra’at.
2. Dasar-dasar
Teoritis Pengajaran Bahasa Arab
Pengembangan metode pengembangan pengajaran
bahasa dibangun di atas landasan teori-teori ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu
bahasa (linguistik). Psikologi menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu.
Linguistik memberikan informasi tentang sseluk-beluk bahasa.
a. Teori-teori ilmu jiwa (‘ilm an-nafs/
psychology)
Para ahli psikologi pembelajaran sepakat bahwa
dalam proses belajar mengajar terdapat unsur-unsur:
1) internal, yaitu bakat, minat, kemauan, dan
pengalaman terdahulu dalam diri pembelajar;
2) eksternal, yaitu lingkungan, guru, buku,
teks dan sebagainya.
Berikut ini penjelasan secara singkat mengenai
dua mazhab:
1) Mazhab behaviorisme
Pelopor mazhab ini adalah ilmuan Rusia palvov
(1849-1939) yang termasyhur dengan teorinya yang menghubungkan stimulus primer
(makanan) dan stimulus sekunder ( nyala lampu dan bunyi lonceng) dengan lonceng
keluarnya air liur anjing yang dijadikan sebagai hewan percobaannya.
Berdasarkan penelitian palvov, air liur anjing mengalir pada saat lampu menyala
meskipun tanpa ada makanan.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang menjdi perhatian utama penganut mazhab behaviorisme dalam pembelajaran
adalah fakto-faktor eksternal. Menurut aliran behaviorisme, belajar adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulan dan
respon.
Dalam pengajaran bahasa, mazhab behaviorisme
ini melahirkan pendekatan audiolingual atau aural-oral approach (at-tariqah
as-sam’iyah asy-syafawiyah).
2) Mazhab kongnitive
Mazhab ini merupakan kebalikan dari mazhab
behaviorisme. Mazhab kongnitive ini menegaskan pentingnya keaktifan siswa.
Menurut pandangan mazhab ini, seseorang ketika menerima stimulan dari
lingkungan, ia melakukan pemilihan sesuai dengan minat dan keperluannya,
menginterpretasikannya, kemudian menghubungkannya dengan pengalamannya
terdahulu, baru setelah itu memilih alternatif respon paling sesuai.
Kongnitive menyatakan bahwa belajar adalah
perubahan repsepsi dan pemahaman yang tidak selalu terlihat sebagai tingkah
laku. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangaun dalam diri seorang individu
melalui proses intraksi yang menyeluruh dn berkesinambungan dnegan lingkungan
dimana ia berada.
Teori ini terwujud dalam praktik-praktik
pembelajaran, antara lain sebagai berikut.
1) Tahap-tahap yang diusulkan oleh Jean
Piaget. Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kongnitif yang dilalui siswa.
2)
“Belajar bernakna” nya Ausubel. Menurut Ausubel, siswa akan belajar
dengan baik jika apa yang disebut pengaturan kemajuan belajar (Advance
Organizers), yaitu konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi
pelajaran.
3) Belajar penemuan secara bebas (free
discovery learning) oleh Jerome Bruner. Menurut teori ini, proses belajar
akan berjalan dengan baik bila guru kreatif dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk menentukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi) melaui
contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan ayng menjadi sumbernya.
b. Teori-teori ilmu bahasa (‘ilm al-lugah)
Perbedaan dalam cara atau metode mengajarkan
bahasa dipengaruhi oleh perbedaan pandangan terhadap hakikat bahasa dan
perbedaan dalam cara menganalisis dan mendeskripsikan bahasa.
Dua aliran penting dalam ilmu bahasa,
1) Aliran struktural
Aliran ini dipelopori oleh linguis dan Swis
Ferdinand de Saussur (1857-1913), tapi dikembangkan lebih lanjut secra
signifikan oleh Leonard Bloomfield.
Beberapa teori bahasa menurut aliran ini dapat
disebutkan antara lain:
a) bahasa itu pertama-tama adalah ujaran (lisan);
a) bahasa itu pertama-tama adalah ujaran (lisan);
b) kemampuan berbahasa diperoleh melaluui
kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan pengetahuan;
c) setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri
yang berbeda dari bahasa lain.;
d) setiap bahasa memiliki sistem yang utuh dan
cukup untuk mengekspresikan maksud dari penuturnya;
e) semua bahasa hidup berkembang mengikuti
perubahan zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lain;
f) sumber pertama dan utama kebakuan bahasa
adalah penutur bahasa tersebut.
Berdasarkan teori kebahasaan tersebut,
ditetapkan beberapa prinsip mengenai pengajaran bahasa antara lain sebagai
berikut.
a) Karena kemampuan berbahasa diperoleh
melalui kebiasaan maka latihan menghafalkan dan menirukan secara
berulang-ulang. Guru harus mengambil peran utama dalam pembelajran.
b) Karena bahasa lisan merupakan sumber utama
bahasa maka guru harus memulai pelajaran dengan menyimak kemudian berbicara.
Setelah itu, disusul belajar membaca dan menulis.
c) Hasil analisis kontrastif (perbandingan
bahasa ibu dnegan bahasa yang dipelajari) dijadikan dasar peilihan materi
pembelajaraan dan latihan-latihan.
d) Diberikan perhatian yang besar kepada wujud
luar dan bahasa, yaitu pengucapan yang fasih, ejaan dan pelafalan yang akurat,
struktur yang benar, dan sebagainya.
2) Aliran transformasi-generatif
Tokoh utama aliran ini adalah linguis Amerika
Noam Chomsky yang pada tahun 1957 mempublikasikan bukunya Language
Structure.
Chomsky membagi kemampuan berbahasa menjadi
dua, yakni kompetensi dan performasi. Kompetensi (al-kafa’ah) adalah
kemapuan ideal yang dimiliki oleh seseorang penutur. Adapun performasi
(rerformace al-ada) adalah ujaran-ujaran yang bisa didengar dan dibaca,
yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat.
Akan tetapi, prinsip bahwa kompetensi (dalam
pengertian Chomsky) adalah refleksi atau kemampuan berbahasa, ditolak oleh Dell
Hymes (1972), menurut Hymes, seseorang yang baru bisa menguasai ragam yang
belum bisa dikatakan menguasi suatu bahasa dalam arti yang sebenarnya, karena
penguasaan itu baru mencapai tingakat kompetensi linguistik, yaitu penguasaan
tata bahasa yagn terlepas dari konteks.
Terdapat beberapa teori yang berbeda atau
bersebrangan diantara kedua aliran tersebut antara lain sebagai berikut.
a) Menurut aliran struktural, kemampuan
berbahasa diperoleh dari kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan,
sementara aliran transformasi-generatif menekankan bahawa kemampuan berbahasa
adalah sebuah proses kreatif.
b) Aliran struktural menekankan adanya
perbedaan sistem antara satu bahasa dan bahasa lainnya, sedangkan aliran
transformasi-generatif menegaskan adanya banyak unsur-unsur kesamaan di antara
bahasa-bahasa, terutama pada struktur dalamnya.
c) Aliran struktural berpandangan bahwa semua
bahasa yang hidup berkembang mengikuti perubahan zaman karena terjadinya kontak
dengan bahasa lain. Aliran transformasi-generatif menyatakan bahawa perubahan
itu hanya menyangkut struktur luar, sedangkan struktur dalamnya tidak berubah
sepanjang masa dan tetap menjadi dasar bagi setiap perkembangan yeng terjadi.
d) Meskipun bisa menerima pandangan aliran
struktural bahwa sumber pertama dan utama kekuasaan bahasa adalah penutur
bahasa tersebut, akan tetapi aliran transformasi-generatf mengingatkan bahwa
penggunaan bahasa oleh seseorang atau kelompok kadang-kadang menyalahi kaidah-kaidah
bahasa.
Berdasarkan teori-teri kebahasaan tersebut,
ditetapkan beberapa prinsip mengenani pengajaran bahasa, yaitu sebagi berikut.
a) Karena kemampuan berbahasa adalah sebuah
proses kratif.
b) Pemilihan materi pelajaran tidak ditekankan
pada analisis kontrastif.
c) Kaidah nahwu dapat diberikan sepanjang hal
itu diperlukan oleh siswa sebagai landasan untuk dapat mengkreasi ujaran-ujaran
sesuai dengan kebutuhan komunikasi.
3. Perkembangan Metode Pengajaran Bahasa
Sejarah pengajaran bahasa kedua (asing)
dimulai dengan model “private”, karena pada masa lalu hanya orang-orang
terkemuka dan para bangsawan saja yang mampu belajar bahasa kedua.
Lahirnya alat percetakan pada abad ke-15
membawa perubahan besar pada pengajaran bahasa. Di Eropa pada waktu itu, bahasa
atin menjadi bahasa sekolah atau bahasa ilmu. Pada waktu itu, ada upaya dari
para ahli filsafat bahasa untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatika yang diambil
dari bahasa tulis latin kuno, pada bahasa lisan. Maka pengajaran bahasa pada
waktu itu berkutat pada menghafal kaidah-kaidah bahasa dan penerapannya secara
ketat dalam ujaran-ujaran.
Pada abad ke-17, seorang penduduk dari Cheko,
Jhon Amos Comenius, dalam bukunya “Membuka Khazanah Bahasa” yang terbit pada
tahun 1630, mengemukakan pandangan yang menghebohkan dengan pertanyaannya bahwa
meode pengajaran bahasa yang selama iini dipakai tidak beguna. Dalam
pandangannya, menguasai kaidah-kaidah an-sich dan menghafalkan kosa kata lepas
adalah sia-sia dan bahwa upaya menundukan kaidah bahasa kepada prinsip-prinsip
logika adalah bertentangan dengan tabiat bahasa yang spontan.
Pada abad ke-19, muncul pandangan yang
menguatkan kembali perlunya penguasaan kaidah-kaidah bahasa dan kosa kata dalam
pengajaran bahasa. Pelopornya adalah seorang pendidik dari jerman, Karl Ploetz,
yang juga menyarankan pemilihan teks-teks tertentu yang diterjemahkan ke dan
dari bahasa pertama. Metode yang kemudian dikenal dengan nama metode
gramatika-terjemah ini tersebar luas pemakaiannya di Eropa barat pada awal abad
ke-19.
Kemudian pada petengahan abad ke-19 itu pula,
muncul metode baru yang dipelopori oleh Francois Gouin dari Prancis. Metode
yang kemudian dikenal sebagai metode langsung ini membawa siswa terjun langsung
dan tenggelam dlam aktivitas bahasayang dipelajarinya sejak detik pertama dalam
ruang kelas, dengan bantuan gerakan, peragaan, dan gambar.
Perkembangan metodologi pelajaran bahasa
pacametode langsung, yaitu sejak tahun 1930-an berkembang sangat cepat, seiring
dengan berkembanganya kajian-kajian dalam bidang linguistik dan psikologi.
Dimulai dengan metode membaca (tahun 1930-an), bertueut-turut lahir pendekatan
aural-oral dan metode audiolingual (tahun 1950 -an), pendekatan kongnitif
(tahun 1960-an), pendekatan komunikatif (tahun 1970-an), dan beberapa pendekatan
mutakhir yang terus dikembangkan di negara-negara yang menjadin kiblat
pengajaran bahasa seperti Amerika dan Inggris.
4.
Perkembangan Metode Pengajaran Bahasa Arab
Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulaui
menyebar ke luar jazirah Arab sejak abad ke-1 H, atau abad ke-7 M, karena
bahasa Arab selalu terbawa ke manapun Islam terbang (Al-Faruqi, 1998). Bahasa
Arab pada masa khalifah ismaiah itu menjadi bahasa resmi untuk keperluan agama,
budaya, administrasi, dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian bahasa Arab telah menjadi
lingua france bagi para penutur bahasa itu. Al-Iskandary (1936) menuturkan
bahwa bahasa Arab telah menjadi alat ekspresi budaya bagi para penduduk
Andalusia. Mereka berbicara, menulis surat-surat pribadi, bahkan mengarang
syair-syair dengan bahasa Arab. Versteegh (1997) menggambarkan betapa
antusiasnya penduduk wilayah Persia kepada bahasa Arab.
Patut diduga bahwa cara belajar mengajar
bahasa Arab pada masa itu kurang lebih sama dengan cara belajar mengajar bahasa
Latin yang berlaku saat itu. Hal ini berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut.
a. Adanya kesamaan waktu antara penyebaran dan
dominasi bahasa Latin di Eropa dengan penyebaran dan dominasi bahasa Arab
diwilayah kekhalifahan Islam, sekitar abad 1-9 atau 7-15 M.
b. Adanya kesamaan tujuan belajar mengajar
bahasa.
c. Adanya hubungan yang intens antar Arab dn
Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani kuno.
Setelah itu Arab dan Islam mengalami masa
kemunduran sampai abad ke-18, sementara Eropa justru mengalami reanisans
(kelahiran kembali atau percaraahan).
Masa kebangkitan Arab dan Islam justru
ditandai dengan invasi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798 M
(Al-Hasyim,dkk, 1968). Dalam pengajaran bahasa, metode-metode yang berkembang
di Eropa pun diadopsi dan digunakan
secara luar di Mesir, mulai dari metode gramatika terjemah sampai metode
langsung (direct metod).
Pada waktu yang sama, para misionaris Kristen
dan Amerika menyerbu negara Arab bagian utara (Syam). Mereka mula-mula
menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi penyebaran misinya. Banyak
diantara mereka yang ikut berjasa memajukan bahasa Arab. Tidak diragukan lagi
bahwa hubungan Arab dengan Amerika yang dimulai oleh para misionaris ini,
berpengaruh pada perkembangan metodelogi pengajaran bahasa Arab.
BAB 3
BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA ASING
1. Pendahuluan
Kemahiran
berbahasa seseorang belum tentu menjamin kemahirannya dalam mengajarkan bahasa
tersebut kepada orang lain, karena mahir berbahasa sering dijumpai dalam proses
belajar mengajar. Akan tetapi, beda halnya dengan kemahiran dalam mengajarkan
bahasa, ini hal lain yang menuntut kemampuan dan profesionalitas seseorang.
Oleh karena itu seorang guru khususnya guru bahasa arab minimalnya mengetahui
pengetahuan tentang bahasa dan budaya bahasa arab, kemahiran berbahasa arab,
dan keterampilan mengajar bahasa arab. Seperti kemampuan menyimak (maharatul
istima’/listening competence), kemampuan berbicara (maharatul kalam/speaking
competence), kemampuan membaca (maharatul qiraah/reading competence),
kemampuan menulis (maharatul kitabah/writing competence).
Guru
bahasa arab yang mahir ia mampu menerapkan metode dan strategi yang tepat dalam
pengajaran, karena pengajaran adalah peristiwa yang dibangun oleh tiga kekuatan
dimensional, yang disimpulkan menjadi 3S sebagai berikut :
1) Student yaitu penentu terjadinya proses pembelajaran,
karena jika tanpa adanya peserta didik maka proses pembelajaran tidak akan
terlaksana.
2) Series of learning or process of learning, yaitu apa
yang terjadi ketika peserta didik dalam proses pembelajaran/belajar.
3) Situation of learning, yaitu lingkungan tempat
terjadinyaproses pembelajaran.
2. Peran dan
Fungsi Bahasa Arab
peran dan fungsi bahasa arab sebelumnya kita
telah mengetahui bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif
antarindividu dalam kehidupan sosial. Signifikasi bahasa dalam kehidupan sosial
dinilai begitu menentukan, mengingat bahasa satu-satunya media yang paling
efektif dalam menyampaikan pikiran, ide, gagasan, konsep, atau hasrat hati
kepada orang lain. Bahasa sesungguhnya tidak hanya berbentuk bunyi atau suara
saja, akan tetapi lambang-lambang sekalipun juga disebut sebagai bahasa. Bahasa
dalam bentuk lambang seperti tulisan, rambu-rambu, isyarat, dll.
Dalam kehidupan sosial bahasa memiliki
fungsi sebagai berikut :
a. Fungsi instrumental
(the instrumen fuction), yaitu melayani pengolahan lingkungan yang
menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Contoh : kamu mencuri, karena
itu kamu dihukum.
b. Fungsi regulasi
(the legulatory function), yaitu bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan
peristiwa-peristiwa, contoh : kamu mencuri, maka kamu pasti dihukum.
c. Fungsi
pemberian (the representational function), yaitu penggunaan bahasa untuk
membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan,
menjelaskan atau melaporkan, dengan kata lain menggambarkan realitas yang
sebenarnya.
d. Fungsi
interaksi (the interaction), yaitu untuk menjamin dan menetapkan
ketahanan serta kelangsungan komunikasi dan interaksi sosial.
e. Funsgsi
perorangan (the personal fuction), yaitu memberi kesempatan kepada
seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, serta reaksi-reaksi
yang mendalam.
f.
Fungsi heuristik (the heuristic fuction),
yaitu melibatkan pengguna bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
mempelajari seluk-beluk lingkungan.
g. Fngsi
imajinatif (the imaginative fuction), yaitu melayani penciptaan
sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.
Sementara itu peranan bahasa arab dalam
kehidupan sosial sebagai berikut :
a. Sebagai bahasa
agama, bahasa arab sangatlah berkaitan erat dengan agama islam karena semua
ajaran islam yang terddapat pada Al-Qur’an dan Hadits nabi menggunakan bahasa
arab seperti halnya shalat wajib (fardhu) yang ditunaikan menggunakan
bahasa arab .
b. Sebagai bahasa
ilmu pengetahuan, bahasa arab termasuk
ilmu pengetahuan modern yang berkembang saat ini telah digunakan untuk
menuliskan dasar-dasar teori dan konsep ilmu pengetahuan yang terserak dalam
berbagai referensi, sebelum kemudian diadopsi oleh Eropa yang berkembang saat
ini.
c. Sebagai bahasa
dalam pergaulan, bahasa arab sebagai alat komunikasi dan perannya bukan hanya antarindividu,
tetapi juga lokal, regional, nasional, bahkan internasional.
3. Prinsip-prinsip
Pengajaran Bahasa Arab (Asing)
Belajar bahasa arab berbeda dengan bahasa ibu,
oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut
metode (model pembelajaran), materi, maupun proses pelaksanaan pembelajaran.
Setiap anak pada dasarnya mempunyai kemampuan
untuk menguasai bahasa, walaupun dalam kadar dan kemampuan yang berbeda.
Perbedaan tersebut merupakan fitrah bagi setiap manusia. Disamping itu,
perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh
setiap anak, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada didalam diri, dan
minat serta ketekunannya.
Ada
lima prinsip dasar bahasa arab sbb :
a. Prinsip
prioritas
1) Mengajarkan mendengarkan
dan bercakap sebelum menulis
Prinsip ini berasumsi bahwa pengajaran bahasa
yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang dialami
pada manusia. Maksudnya, setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya
mulai dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan ,kemampuan mendengar
ini harus lebih didahulukan dalam pembinaan karena sangat cepat menerap dalam
perkembanganya.
2) Mengajarkan
kalimat sebelum mengajarkan kata
Dalam pengajaran bahasa arab sebaiknya
mendahulukan mengajarkan struktur kalimat (nahwu), baru kemudian masalah
struktur kata (sharaf). Dalam mengajarkan kalimat atau jumlah, sebaiknya
seorang guru memberikan hapalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana
dan susunan yang benar. Oleh karena itu sebaiknya guru bahasa arab memilih
kalimah yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik agar lebih mempermudah
dalam pembelajaran.
b. Prinsip
korektifitas ( الدقة )
Bertujuan agar guru tidak hanya menyalahkan
peserta didik saja, tetapi ia juga harus mampu melakukan pembetulan dan membiasakan
peserta didik untuk krtis dalam hal-hal sbb:
1) Korektisitas
dalam pengajaran materi الأصوات
(fonetik)
Pengajaran ini melalui latihan mendengar dan
ucapan. Jika peserta didik masih terbiasa dengan bahasa ibu maka guru
menekankan latihan peserta didik untuk melafalkan dan menyimak bunyi huruf arab
yang baik dan benar.
2) Korektifitas
dalam pengajaran sintaksis ( التّراكيب )
Pengajaran ini ditekankan pada pengaruh
struktur bahasa ibu terhadap bahasa arab. Misal di dalam kalimat indonesia
sering diawali subjek akan tetapi dalam bahasa arab bisa diawali subjek dan
bisa juga kata kerja.
3) Korektifitas
dalam pengaran semiotik ( المعانى )
Dalam bahasa indonesia setiap kata mempunyai
satu makna, beda halnya dengan bahasa arab satu kata banyak arti (musytarak)
dan berbeda kata sama arti (mutaradif). Oleh karena itu guru harus menaruh
perhatian besar dalam hal ini dan memberi motivasi dan solusi yang tepat dalam
pembelajaran agar lebih mudah.
c. Prinsip
berjenjang (التّدرّج )
Dilihat dari sifatnya ada tiga katagori dalam
prinsip ini : pertama, pergeseran dari yang konkrit ke abstrak, dari yang
global ke detail, dari yang belum diketahui ke yang diketahui. Kedua, ada
kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang telah
ia ajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran dari awal
hingga selanjutnya baik jumlah jam maupun materi.
1) Jenjang
pengajaran mufradat
Pengajaran ini mempertimbangkan aspek
penggunaannya diawali dengan diberinya kosa kata dasar sehari-hari kemudian dilanjut untuk peserta
didik bisa menyusun kalimat sempurna sehingga bertambah kemampuannya.
2) Jenjang
pengajaran qawa’id (morfem)
Dalam pengajaran ini membahas nahwu maupun
sharaf
3) Tahapan
pengajaran makna ( الدلالة المعان )
Teknik pengajaran ini melalui tahapan-tahapan
sbb: pertama, pelatihan melalui pendengaran sebelum penglihatan. Kedua,
perlatihan lisanatau pelafalan sebelum membaca. Ketiga, penugasan kolektif
untuk individu.
BAB 4
SISTEM
PENGAJARAN BAHASA ARAB
Dalam setiap bahasa terdapat unsur-unsur yang
dapat dilihat secara terpisah-pisah, meskipun satu sama lain berhubungan dengan
erat bahkan menyatu sehingga terbentuk sebuah fenomena yang bernama bahasa.
Performansi dan kemampuan berbahasa juga bermacam-macam. Ada yang berbentuk
lisan dan ada yang berbentuk tulisan. Ada yang bersifat reseptif (taqabbuli),
yaitu menyimak dan membaca, juga ada yang bersifat produktif (intaji)
yaitu berbicara dan menulis.
Ada beberapa sistem dalam mengajarkan
unsur-unsur bahasa dan keterampilan-keterampilan berbahasa, yaitu sistem
terpisah-pisah, sistem terpadu, dan sistem gabungan.
1. SISTEM TERPISAH-PISAH
Sistem ini di dalam bahasa Inggris disebut sepearated
system atau nizamul furu’ dalam bahasa Arab. Dalam sistem ini,
pelajaran bahasa Arab dibagi menjadi beberapa mata pelajaran, yaitu nahwu,
saraf, mutala’ah, insya’, istima’, muhadasah, imla, khat, dan seterusnya.
Kelebihan sistem ini adalah bahwa guru dan
perancang kurikulum mendapatkan kesempatan yang cukup untuk memberikan
perhatian khusus kepada bidang kajian atau mata pelajaran tertentu yang menurut
pandangannya atau menurut kurikulum dan kebutuhan siswa sangat penting. Sebagai
contoh pembelajaran bahasa Arab untuk keperluan nekerja di negara Arab,
keterampilan yang diperlukannya berbeda dengan pembelajaran yang tujuannya
untuk bisa memahami Al-Qur’an.
Adapun kelemahannya, sistem ini mencabik-cabik
keutuhan bahasa dan menghilangkan esensi dan watak alaminya. Pada lain sisi,
sistem ini juga menyebabkan ketidakseimbangan berbagai unsur bahasa dan
keterampilan berbahasa, baik dalam peoses pembelajaran maupun output
atau hasilnya.
2. SISTEM TERPADU
Sistem ini dalam bahasa Inggris disebut integrated
system atau all in one system, sedangkan dalam bahasa Arab disebut nizamul
wahdah. Dalam sistem ini, bahasa dipandang sebagai suatu kesatuan yang
utuh, saling berhubungan dan berkaitan, bukan sebagai bagian-bagian yang
terpisah satu sama lain.
Kelebihan sistem terpadu ini adalah landasan
teoretisnya yang kuat, baik teori psikologis, teori kebahasaan, maupun teori
kependidikan.
Adapun kelemahannya, jika diterapkan pada
tingkat lanjut, kurang dapat memenuhi keperluan pendalaman unsur bahasa atau
keterampilan berbahasa tertentu yang memang menjadi kebutuhan nyata dari para
pembelajar.
Dalam praktik pembelajaran sistem terpadu,
variasi bahan utama yang dijadikan sebagai basis pembelajaran, yaitu:
a. Pembelajaran berbasis topik atau teks bacaan
Bahan pelajaran utama berupa bacaan mengenai
topik tertentu. Dari bahan utama ini dilakuka kegiatan pemahaman kosa kata,
pemahaman dan analisis isiteks, penguasaan bunyi-bunyi bahasa melalui kegiatan
membaca kerasdan penguasaan dengan topik yang relevan, latihan menulis
berdasarkan isi bacaan, dan penguasaan struktur atau tata bahasa yang terdapat
dalam teks dan sterusnya.
b. Pembelajaran berbaisis situasi atau teks
percakapan
Bahan pelajaran utama berupa teks percakapan
dalam situasi tertentu atau mengenai topik tertentu, dari bahan utama ini
dikembangkan menjadi berbagai kegiatan, antara lain dramatisasi teks sampai
dengan percakapan bebas.
3. SISTEM GABUNGAN
Sistem terpisah-pisah dalam pengajaran bahasa
Arab digunakan di pondok pesantren dan madrasah sampai dengan tahun 1960-an,
dan adapun sistem terpadu baru di terapkan sejak pertengahan tahun1970-an
samapai saat ini.
Ada beberapa lembaga pendidikan yang
menggabungkan sistem dalam pola pengajaran bahasa Arabnya. Sebagai contoh, KMI
Gontor menerapkan sistem terpadu dalam pengajaran bahasa Arab selama satu
tahun.
Contoh lain adalah pengajaran bahasa Arab di
Jurusan Sastra Arab UIN Malang. Pada tahun pertama (dua semester) hanya ada
satau mata kuliah bahasa Aran “Durus ‘Arabiyah Mukasyafah” dengan bobot
12 SKS dan jumlah jam 18 jam per minggu. Baru pada tahun kedua bahsa Arab
disajikan secara terpisah-pisah, terdiri dari mata kuliah-mata kulai
keterampilan berbahasa, kebahasaan dan kebudayaan Arab.
BAB 5
STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
1. Pendahuluan
Keluhan banyak siswa/mahasiswa dan kesan
sebagian masyarakat kita bahwa:
a. Bahasa
Arab sulit;
b. Bahasa
Arab merupakan momok yang sanga menakutkan;
c. Belajar
bahasa Arab itu membosanka; dan
d. Belajar
bahasa Arab iu tidak semudah belajar bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lainnya.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa الطريقة أهمّ من المادة (strategi dan metode itu lebih penting daripada materi) tampaknya masih relevan, karena boleh jadi
guru yang mengajarkan bahasa Arab saat ini belum menerapkan strategi dan
metodologi pembelajaran bahasa Arab yang efektif. Dengan strategi, pendekatan,
metodologi dan teknik mengajar yang efektif, diasumsikan bahwa kesan dan
pandangan negatif, perlahan tapi pasti dapat dihapus atau setidaknya
dieliminir.
2. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
Dalam The Encycloprdia of American
(Imam Ansori, 2011), kata strategi secara spesifik dikaitkan dengan bidang militer
atau kenegaraan. Dalam pengertian umum, strategi adalah seni dan pengetahuan
untuk mengembangkan dan melaksanakan kekuatan politik, ekomoni, psikologi,
militer suatu bangsa, pada masa damai dan perang untuk memberikan dukungan
maksimum terhadap politik nasional.
Terdapat dua pengertian dasar yang bisa
melengkapi pemahaman tentang konsep dasar strategi belajar mengajar, yakni
desain pengajaran dan pengembangan pengajaran. Desain pengajaran merupakan
proses yang diawali dengan mengidentifikasi masalah, kebutuhan, bahan, dan
strategi pengajaran. Adapun pengembangan pelajaran dimulai dengan memilih bahan
dan menuangkannya ke dalam strategi pengajaran yang telah didesain, serta
melakukan evaluasi atas strategi tersebut untuk efektivitas dan efisiensi
pengajaran.
Terdapat beberapa prinsip dasar yang harus
dilakukan guru dalam pengelolaan dan strategi pembelajaran. Pertama,
tahan identifikasi dan yang kedua, tahap pengembangan.
Konsep dasar strategi belajar mengajar apabila
dilakukan penyederhanaan akan terumuskan pada formula Tujuan Pendidikan
Nasional, yaitu:
a. menetapkan
tujuan pembelajaran yang tergambar dalam kualifikasi perubahan perilaku anak
didik yang yang diinginkan ( standar kompetensi dan kompetensi dasar).
b. menentukan pendekatan sistem belajar mengajar yang
tepat,
c. menetapkan
acuan norma atau kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar dan memperoleh
timbal balik yang kostruktif dari seluruh peristiwa belajar mengajar.
Secara umum, terdapat empat strategi dasar
belajar mengajar, yaitu sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi
serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan
kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntunan dan
perubahan zaman.
b. Mempertimbangkan
dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang akurat.
c. Memilih
dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap
paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dan menunaikan
kegiatan belajar.
d. Menetapkan
norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar
kompetensi (keberhasilan) sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar dan selanjutnya akan
dijadikan feed back (umpan balik) untuk menyempurnakan hasil instruksional yang
bersangkutan secara keseluruhan.
Dari empat uraian di atas jika diterapkan
dalam konteks kegiatan belajar mengajar bahasa Arab, maka strategi belajar
mengajar memiliki implikasi sebagai berikut.
a. Proses
mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui pembeljaran.
b. Memilih
sistem pendekatak belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi, dan pandangan
filosofis masyarakat.
c. Memilih
dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik mengajar.
d. Menetapkan
norma-norma atau kriteria keberhasilan mengajar, sehingga guru memiliki patokan
sebagai tolak ukur untuk menilai atau mengevaluasi sampai sejauh mana suatu
program pengajaran dapat dicapai.
3. Visi, Misi, dan Orientasi Pembelajaran Bahasa
Arab
Menurut Michio Kaku, visi membuat kita
menerawang jauh kedepan, merancang masa depan menjadi lebih maju dan menentukan
strategi dan langkah pasti menuju dinamika keberhasilan. Visi adalah sumber,
inspirasi, motivasi, dan strategi menuju masa depan yang lebih pasti.
Visi yang telah dirumuskan dapat diterjemahkan
menjdi sejumlah misi yang hendak diwujudkan dalam proses pembelajaran. Misi
bahsa Arab harus sejalan dengan visi yang dirumuskan. Jika visinya “Menjadikan
bahasa Arab sebagai media komunikasi yang menyenagkan”, maka misi yang harus
diemban dan perlu diwujudkan antara lain:
a. menumbuh-kembangkan
minat dan potensi siswa yang berkomunikasi aktif dalam bahasa Arab dilingkungan
madrasah;
b. membiasakan
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa belajar mengajar, baik didalam maupun
dilur kelas; dan
c. menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif bagi pengembangan kemampuan berkomunikasi lisan
aktif dalam bahsa Arab, baik bagi siswa maupun guru.
Visi dan misi yang telah dirumuskan dan
menjadi komitmen bersama pada gilirannya dapat dijadikan sebagai landasan
filosofis dalam menentukan orientasi pembelajaran yang hendak dicapai. Jika
visi yang kita pilih adalah “Menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa agama yang
penuh berkah”, maka dapat dipastika bahwa orientasi pembelajaran bahasa Arab di
lembaga pendidikan kita adalah pengembangan keterampilan membaca dan memahami
teks, bukan pengembangan keterampilan menyimak dan berbicara. Dan langkah
selanjutnya kita dapat menyusun kurikulum (manhaj) bahsa Arab, termasuk
pendekatan, metode, dan teknik, hingga pembelajaran yang sesuai dengan
orientasi tersebut. Tegasnya visi, misi dan orientasi melandasi dan memengaruhi
strategi pembelajran bahasa Arab yang akan dilakukan.
BAB 6
PENDEKATAN
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
1. Pengertian Pendekatan, Metode dan Teknik
Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan
dengan hakikat bahasa, dan belajar mengajar bahasa. Metode adalah rencana
menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang
ditentukan. Adapun teknik adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam
kelas, selaras dengan metode dan pendekatan yang dipilih.
Pendekatan (madkhal, approach) tidak dapat dipisahkan dari metode pembelajaran
bahasa, sebab pendekatan merupakan landasan filosofis yang menjadi “pintu masuk” bagi perumusan metode dan
teknik pembelajaran, termasuk penggunaan media dan sumber belajar. Dengan kata
lain pendekatan merupakan asumsi yang mendasari pembelajaran bahasa dan asumsi
dasar kita tentang bahasa dan psikologis belajar.
Menurut M. Edward Anthony, pendekatan, metode,
dan teknik mempunyai hubungan ayg hierarkis. Hubungan ini menggambarkan bahwa
teknik merupakan satu hasil (implementatif) dari metode yang selalu konsisten
dengan pendekatan yang dipilih. Metode merupakan suatu rancangan menyeluruh
untuk menyajikan secara sistematis bahan-bahan bahasa yang diturunkan dari
pendekatan yang dipilah, sehingga tidak ada bagian-bagiannya yang saling
bertentangan. Dengan demikian, pendekatan bersifat aksiomatis, metode bersifat
prosedural, dan teknik bersifat oprasional.
Hubungan
Hierarkis Pendekatan, Metode, dan Teknik
Dalam pembelajaran bahasa Arab, dikenal
beberapa pendekatan. Rusydi Ahmad Tu’aimah menyebutkan empat pendekatan, yaitu:
a. pendekatan humanistik (al-madkhal al-insani)
Pendekatan ini berasumsi bahwa siswa adalah
seorang manusia yang berbudaya, bukanlah “alat” atau sekadar “hewan” yang dapat
menerima stimulus untuk kemudian memberikan respon. Manusia mempunyai daya,
minat, bakat, kebutuhan, kecenderungan, dan perbedaan-perbedaan individual yang
harus diperhatikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab.
Untuk mewujudkan prinsip-prinsip humanis
tersebut pendekatan ini menyarankan tiga hal berikut.
1). Guru
meberikan penjelasan mengenai tujuan belajar bahasa Arab dan melatih para siswa
agar mempraktikan bahasa Arab dalam berbagai situasi.
2). Menerapkan
teknik bermain peran ( role playing) dengan maksud melatih mereka agar dapat
memberikan respons sesuai dengan situasi dan kondisi yang sesungguhnya.
3). Memberikan
contoh berbahasa Arab yang baik dan benar dan mudah diikuti oleh mereka.
b. pendekaan teknologi (al-madkhal at-tiqni);
Pendekatan ini berasumsi bahwa pembelajaran
bahasa perlu didukung oleh pengguanaan teknologi dan media pembelajaran yang
relevan dan efektif, karena tidak semua materi dan pengalaman (kurikulum)bahasa
itu dapat ditransformasikan kepada siswa dengan mudah, konkret, dan menarik.
Tujuan pendekatan ini adalah memberikan konteks yang dapat lebih menjelaskan
arti kosa kata, struktur kalimat, dan konsep-konsep budaya yang baru dan
abstrak melalui penggunaan gambar, peta, skema, contoh yang hidup, kartu, dan
alat peraga lainnya.
c. pendekatan analitik dan non-analitik (al-madkhal
at-tahlili wa gair at-tahlili);
Pendekatan analitik disebut juga al-madkhal
asy-syakli (formal approach). Pendekatan ini didasarkan pada
asumsi-asumsi sosiolinguistik, seperti analisis kebutuhan, analisis wawancara,
dan anaisis komunikasi verbal. Pendekatan ini pertama kali muncul di Amerika
pada tahun 1970-an dan populer pada tahuna 1980-an.
Jika pendekatan analitik berbasis pada
inguistik, sosiolinguistik, dan sematik, maka pendekatan non-analitik berdasarkan psikolinguistik dan
konsep-konsep pembelajran. Pendekatan non-analitik cnderung bersifat global,
integral, dan naturalistik, sementara pendektan analitik mendasarkan diri pada
konsep nosi dan fungsi, aksi pembicaraan dan analisis nazam (verse,
structure, versification) sebuah teori mengenai keserasian struktur
ungkapan kalimat dan bait-bait syair sesuai dengan kaidah-kaidah nahwu.
d. pendekatan komunikatif (al-madkhal
al-ittisali).
Pendekatan komunikatif ini berbasis pada
sejumlah teori linguistik dan psikologi belajar. Tujuan pembelajran bahasa
menurut pendekatan ini adalah komukatif faktual, dalam arti siswa dapat
menggunakan bahsa asing yang dipelajari sebagai alat komunikasi. Dengan kata
lain tujuan pendektan ini adalah agar siswa memiliki kompetensi
berkomunikasidengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam berbagai
situasi sosial yang ada.
Tujuan fungi bahasa sebagai berikut:
1. fungsi instrumental;
|
5. fungi heuristik;
|
2. fungsi regulasi;
|
6. fungsi imajinatif;
|
3. fungsi interaksi;
|
7. fungsi representasi.
|
4. fungsi personal;
|
|
Ada empat kompetensi komunikatif yang harus
menjdi orientasi pembelajran bahasa, termasuk Arab. Pertama, kompetensi
gramatikal, yaitu kemampuan siswa untuk mengetahui grammer (tata bahasa)
dan sistem bahasa serta mampu menggunakannya. Keuda, kompetensi sosiolinguistik,
yaitu kemampuan individu untuk memahami kontks sosial, di mana komunikasi
dengan bahasa itu terjadi. Ketiga, kompetensi analisis wawancar, yaitu
kemampuan individu mengenai bentuk-bentuk percakapan melalui pemahaman struktur
kalimat, hubungan unsur-unsurnya, cara pengungkapan makna, dan hubungan teks
secara keseluruan. Keempat, kompetensi strategis, yaitu kemampuan
indidvidu meilih teknik dan strategi yang sesuai untuk memulai dan mengakhiri
pembicaraan, mempertahankan perhatian pihak lain terhadap pembicaraannya,
proses strategi tepat lainnya dalam rangka menuntaskan proses komunikasinya.
Menurut Finoccoro dan Brumfit (1983),
pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif mempunyai ciri-ciri
antara lain sebagai berikut. Pertama, kebermaknaan lebih penting
daripada struktur dan bahasa. Keuda, belajar bahasa berarti
berkomunikasi. Ketiga, tujuan pembelajaran bahasa adalah memperoleh
kemampuan komunikatif, kemampuan menggunakan sistem bahasa secara efektif dan
betul. Keempat, kelancaran menggunakan bahasa. Kelima, materi
pembelajaran disusun dan ditahapkan melalui pertimbangan isi, fungsi, atau
makna yang menarik. Keenam, variasi kebahasaan. Ketujuh, media
apapun yang dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Kedelapan,
apabila dapat digunakan dan berguna bagi siswa penerjemahan dan penggunaan
bahasa ibu dapat dibenarkan. Kesembilan, dialog. Kesepuluh,
pelajaran membaca dan menulis. Kesebelas, guru membantu siswa dengan
cara apaun yang dapat memotivasi siswa. Keduabelas, siswa diharapkan
dapat berinterkasi dengan orang lain melalui kerja berpasangan atau kelompok,
baik secara langsung (lisan) maupun tulisan.
Berdasarkan perspektif psikolinguistik (‘ilm
al-lugah an-nafsi) pendekatan dikelompokanmenjadi dua, yaitu:
1) Pendekatan audio lingual (al-madkhal
as-sam’i asy-syafawi)
Pendekatan ini menekankan pembelajaran bahasa
sebagai proses pembentukan kebiasaan. Pendekatan ini dilandasi oleh teori
behaviorisme yang cenderung memandang manusia sebagai organime yang bisa
memberikan respons (operant), baik karena adanya stimulan yang nampak
atau tidak.
2) Pendekatan kongnitif (al-madkhal al-ma’rifi)
Pendekatan ini menekankan pembelajaran bahasa
sebagai sebagai proses perolehn bahasa (language acquisition, iktisab
al-lugah) melalui proses pembentukan kaidah (rule formation process).
Menurut pendapat ini, manusia memiliki apa yang disebut innate capacity,
suatau kemampuan pada dirinya (kongnisi) untuk memahami dan menciptakan ungkapan-ungkapan
baru.
BAB 7
METODE
PENGAJARAN BAHASA ARAB
1. Metode-metode Pengajaran Bahasa Arab dengan Nazariyah
Al-Wihdah (Integrated System)
Metode yang baik an efektif adalah metode yang
memenuhi setidaknya empat syarat. Pertama, kesesuaian metode dengan
materi yang akan dibelajarkan. Kedua, kesesuaian metode dengan tema atau
topik bahasan. Ketiga, metode yang digunakan diinscayakan dapat
memberikan motivasi dan penciptaan situasi belajar yang kondusif dan produktif.
Keempat, metode yang dipih hendaknya dapat mengakomodasi berbagai
perbedaan individual (al-furuq al-fardiyah)
a. Metode gramatika-terjemah (tariqah al-qawa’id
wa at-tarjamah)
1) Konsep dasar tariqah al-qawa’id wa
at-tarjamah
Metode ini berdasar pada pemahaman bahwa tata
bahasa merupakan bagian dari filsafat dan logika. Asumsi berikutnya adalah
bahwa bahasa pada dasarnya merupakan sistem tata bahasa. Metode ini juga
berasumsi bahwa bahasa ibu atau bahasa pertama merupakan sistem yang menjadi
referensi untuk memperoleh kemahiran berbahasa kedua. Dengan metode ini, para
pelajar didorong untuk bisa menghafal teks-teks klasik berbahasa asing dan
terjemahannya kedalam bahasa pelajar, terutama teks-teks yang bernilai sastra
tinggi.
2) Karakteristik metode tariqah al-qawa’id wa
at-tarjamah
Adapun karakteristik metode al-qawa’id wa
at-tarjamah sebagai berikut:
a) tujuan
penggunaan metode al-qawa’id wa at-tarjamah adalah agar menguasai
keterampilan membaca, menulis, dan terjemah, menguasai qawa’id.
b) Tujuan
mempelajari bahasa asing adalah agar mamapu membaca karya sastra dalam bahasa
target (BT) atau kitab keagamaan.
c) Materi
pelajaran terdiri atas buku nahwu, kamus, dan teks bacaan.
d) Tata
bahasa disajikan secara deduktif.
e) Kosa
kata diberikan dalam bentuk kamus dwibahasa (kosa kata dan terjemahannya).
f) Teks
bacaan berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan lama.
g) Basis
pembelajaran adalah mengahafal kaidah tata bahasa dan kosa kata.
h) Bahasa
ibu pelajar digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar-mengajar.
i) Peran
guru aktif sebagai penyaji materi dan peran pelajar pasif sebagai penerima.
3) Langkah-langkah penyajian
Dalam menggunakan metode ini, guru harus
mengikuti langkah-langkah sebagi berikut.
a) Guru
memulai pelajaran dengan menjelaskan definisi butir-butir tata bahasa, kemudian
memberikan contoh-contohnya.
b) Guru
menuntun siswa menghafal daftar kosa kata dan terjemahannya.
c) Guru
meminta siswa membuka buku teks bacaan, kemudianmenuntun siswa memahami isi
bacaan dan terjemahannya kata per kata atau kalimat per kalimat. Selain itu,
guru dapat meminta siswa untuk menganalisis tata bahasa ( meng-i’rab).
4) Kekuatan dan kelemahan
Adapun kelebihan atau kekuatan metode ini
sebagai berikut:
a) Pelajar
menguasai dalam arti hafal diluar kepala kaidah-kaidah tata bahasa dari bahasa
yang dipelajari atau bahasa target (BT).
b) Pelajar
memahai isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan mampu menterjemahkannya
secara harfiah.
c) Pelajar
memahani karakteristik bahasa target dan banyak hal lainnya yang bersifat
teoritis.
d) Metode
ini memperkuat kemampuan pelajar dalam mengingat dan menghafal.
e) Bisa
dilaksanakan dalam kelas besar dan tidak menuntut kemampuan guruyang ideal.
Adapun kelemahan dan kekurangan metode
gramatika terjemah ini sebagai berikut:
a) Metode
ini lebih banyak menajarkan “tentang bahasa” bukan mengajarkan tentang
“kemahiran berbahasa”.
b) Metode
ini hanya mengajarkn kemahiran membaca, sedikit kemahiran menulis, sedangkan
kemhairan menyimak dan berbicara diabaikan.
c) Terjemahan
harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil
terjemahannya tidak lazim menurut citra bahasa ibu siswa.
d) Pelajar
hanya mempelajari satu ragam bahasa.
e) Kosa
kata, struktur, dan ungkapan yang dipelajari oleh siswa mungkin sudah tidak
dipakai lagi atau dipakai dalam arti yang berbeda dalam bahasa modern.
f) Karena
otak siswa dipenuhi oleh masalah-masalah tata bahasa maka tidak tersisa lagi
tempat untuk ekspresi dan kreasi berbahasa.
b. Metode langsung (at-tariqah al-mubasyirah)
1) Konsep dasar at-tariqah al-mubasyirah
Metode ini dikembangkan atas asumsi bahwa
proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu,
yaitu dengan pengguanaan bahasa secara langung dan insentif dalam komunikasi.
2) Karakteristik metode langsung (at-tariqah
al-mubasyirah)
Karakteristik pokok metode langsung
(at-tariqah al-mubasyirah) sebagai berikut:
a) Tujuan
utama belajar bahasa addlah penguasaan bahasa target secara lisan agar dapat
dipakai berkomunikasi.
b) Materi
peljaran berupa buku teks yang berisi daftar kosa kata dan penggunaannya dalam
kalimat. Kosa kata itu umumnya konkret (hissi) dan ada dilingkungan
siswa.
c) Kaidah-kaidah
bahasa diajarkan secara induktif.
d) Kata-kata
konkret diajarkan melalui demonstrasi, peragaan, benda langsung, dan gambar.
e) Kemampuan
komunikasi lisan dilatihkan secara cepar melalui tanya-jawab yang terencana
dalam pola interaksi yang bervariasi.
f) Kemampuan
berbicara dan menyimak kedua-duanya dilatihkan.
g) Guru
dan pelajar sama-sama aktif.
h) Ketetapan
pelafalan dan tata bahasa ditekankan.
i) Bahasa
target digunakan sebagai bahasa pengantar
j) Kelas
dibuat sebgai lingkungan bahasa terget tempat siswa berlatih bahasa secara
langsung.
3) Langkah-langkah penyajian
Adapaun langkah-langkah yag ditempuh oleh guru
dalam menggunakanmeode langsung (at-tariqah al-mubasyiah) sebagai
berikut:
a) Guru
memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan menunjuk
bendanya atau gambar bendanya, memperagakan sebuah gerakan atau mimik wajah.
b) Latihan
berikutnya berupa tanya-jawab dengan kata tanya ma, hal, aina,
dan sebagainya.
c) Siswa
diminta membuka buku teks. Guru memberikan contoh bacaa yang benar, kemudian
siswa diminta membaca secara bergantian.
d) Kegiatan
berikutnya adalah menjawab secara lisan pertanyaan atau latihan yang ada dalam
buku.
e) Bacaan
umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai tambahan.
f) Tata
bahasa diberikan pada tertentu secra induktif.
g) Siswa
didorong untuk berani berbicara dan tidak perlu takut salah.
4) Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan metode langsung ini sebagai berikut.
a) Pelajar
terampil membaca dan menyimak.
b) Pelajar
menguasi pelafalan dengan baik seperti atau mendekati penutur asli.
c) Pelajar
mengetahui banyak kosa kata dan pemakaiannya dalam kalimat.
d) Pelajar
mempunyai keberanian dan spontanitas dalam berkomunikasi.
e) Pelajar
menguasi tata bahasa secara fungsional tidak sekedar teoritis.
Adapun kelemahan metode langsung sebagai
berikut.
a) Pelajar
lemah dalam kemampuan membaca pemahaman.
b) Memerlukan
guru yang ideal dari segi keterampilan berbahasa dan kelincahan dalam penyajian
pelajaran.
c) Tidak
bisa dilaksanakan dalam kelas besar.
d) Tidak
diperbolehkannya penggunaan bahasa ibu.
e) Model
latihan menirukan dan menghafalkan kalimat-kalimat yang kadang kala tidak
realistis karena tidak kontekstual.
f) Kelemahan
dasar teoritisnya.
c) Metode membaca ( tariqah al-qira’ah)
1) Konsep dasar metode membaca ( tariqah
al-qira’ah)
Metode ini dikembangkan berdasarkan asumsi
bahwa pengajaran bahasa tidak bersifat multi-tujuan, dan bahwa kemampuan bahasa
adalah tujuan yang paling realistis ditinjau dari kebutuhan pembelajaran.
2) Karakteristik metode membaca (tariqah
al-qira’ah)
Karakteristik metode membaca (tariqah
al-qira’ah)
a) Tujuan
utamanya dalah kemahiran membaca,.
b) Materi
pelajran berupa buku bacaan utama dengan suflemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan
isi bacaan.
c) Basis
kegiatan pembelajaran adalah memahami bacaan.
d) Membaca
diam ( qira’ah samitah) lebih diutamakan daripada membaca keras (qiraah
jahriyyah).
e) Kaidah
bahasa diterangkan seperlunya, tidak boleh berkepanjangan.
3) Langkah-langkah metode membaca (tariqah
al-qira’ah)
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh guru
dalam menggunakan metode membaca (tariqah al-qira’ah) sebagai berikut
a) Pelajaran
dimulai dengan pemberian kosa kata dan istilah yang dianggap sulit.
b) Siswa
membaca teks bacaan secara diam selam kurang lebih 25 menit.
c) Diskusi
mengenai isi bacaan yang berupa tanya-jawab dengan menggunakan bahasa ibu
pelajar.
d) Pembicaraan mengenai tata bahasa secara
singkat jika dianggap perlu.
e) Pembahasan
kosa kata yang belum pernah dibahas sebelumnya.
f) Mengerjakan
tugas-tugas yang ada dalam buku suplemen.
g) Bahan
pelajaran perlu dipelajari di rumah dan dilaporkan hasilnya pada pertemuan
berikutnya.
4) Kekuatan dan kelemahan
Kelebihan metode ini sebagai berikut:
a) Siswa
terlatih memahami bacaan dengan analisis, tidak melalui penerjemahan.
b) Siswa
mampu menguasi bahasa dengan baik.
c) Siswa
memahami penggunaan tata bahasa.
Adapun kekurangannya sebagai berikut:
a) Siswa
lemah dalam keterampilan membaca nyaring.
b) Siswa
tidak terampil dalam menyimak dan berbicara.
c) Siswa
tidak terampil dalam mengarang bebas.
d) Kosa
kata yang diknalkan hanya yang berkaitan dengan bacaan maka siswa lemah dalam
memahami teks yang berbeda.
d) Metode audiolingual (at-tariqah
as-sam’iyyah asy-syafawiyyah)
1) Konsep dasar meteode audiolingual (at-tariqah
as-sam’iyyah asy-syafawiyyah)
Pendekatan aural-oral didasarkan atas asumsi,
bahawa bahasa itu pertama-tama dalah ujaran. Asumsi lain dari pendekatan ini
ialah bahwa bahasa adalah kebiasaan. Oleh karena itu, pengajaran bahasa harus
dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
Pendekatan aural-oral juga didasarkan atas
teori Tata Bahasa Struktural (TBS). Dalam teori ini, struktur tata bahasa
dianggap sama dengan pola-pola kalimat. TBS berlawanan dengan teori Tata Bahasa
tradisional (TBT) dalam hal-hal berikut:
a) TBT
menekankan kesemestaan bahasa, sedangkan TBS menekankan fakta bahawa semua
bahasa didunia ini tidak sama
strukturnya.
b) TBT
bersifat presfektif adapun TBS bersifa deskriptif.
c) TBT
mengkaji bahasa ragam formal (ragam sastra dan sejenisnya), sedangkan TBS
mengkaji bahasa dari ragam informal.
2) Karakteristik metode audiolingual (at-tariqah
as-samiyyah asy-syfawiyyah)
a) Tujuan
pengajaran adalah penguasaan empat keterampilan berbahasa secara seimbang.
b) Urutan
penyajiannya adalah menyimak dan berbicara, baru kemudian membaca dan menulis.
c) Model
kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk menghafal.
d) Penguasaan
pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern-practice).
e) Kosa
kata dibatasi secara ketat dan selalu dihubungkan dengan konteks kalimat atau
ungkapan.
f) Pengajaran
sistem bunyi secara sistematis (berstruktur).
g) Pelajaran
menulis merupakan representasi dari pelajaran berbicara.
h) Menghindarkan
penerjemahan.
i) Gramatika
(dalam arti ilmu) tidak diajarkan dalam tahap permulaan.
j) Pemilihan
materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukan adanya perbedaan
struktural antara bahasa asing yang diajarkan dengan bahasa ibu.
3) Langkah-langkah penyajian metode audiolingual
(at-tariqah as-sam’iyyah asy-syafawiyyah)
a) Penyajian
dialog atau bacaan pendek.
b) Peniruan
atau penghafalan dialog atau bacaan pendek.
c) Penyajian
pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog atau bacaan pendek.
d) Dramatisasi
dialog atau bacaan pendek yang sudah dilatihkan.
e) Pembentukan
kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola kalimat yang sudah dipelajari.
4) Kekuatan dan kelemahan
Kekuatan penggunaan metode ini sebagai
berikut:
a) Para
siswa mempunyai keterampian pelafalan yang bagus.
b) Para
siswa terampil dalam membuat pola-pola kalimat baru.
c) Siswa
dapat melakukan komunikasi lisan dengan struktur yang benar.
d) Suasana
kelas hidup.
Kelemahan penggunaan metode ini sebagai
berikut:
a) Respon
siswa cenderung mekanisme.
b) Siswa
dapat berkomunikasi denganlancar hanya apabila kalimat yang digunakan telah
dilatihakan.
c) Cenderung
memahami satu makna.
d) Keaktifan
siswa didalam kelas adalah keaktifan yang semu.
e) Siswa
takut dan tidak kreatif dalam menggunakan bahasa.
f) Latihan-latihan
pola bersifat manipulatif.
e. Metode eklektik (at-tariqah al-intiqa’iyyah)
1) Konsep dasar metode eklektik (at-tariqah al-intiqa’iyyah)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa:
a) tidak
ada metode yang ideal.
b) setiap
metode mempunyai kekuatan yang bisa dimanfaatkan.
c) lahirnya
metode baru harus dilihat tidak sebagai penolakan pada metode lama.
d) tida
ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan.
e) yang
terpenting dalam pengajatan adalah memenuhi kebutuhan pelajar buka memenuhi
kebutuhan satu metode.
f) setiap
guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai dengan
kebutuhan pelajar.
2) Langkah-langkah metode eklektik (at-tariqah
al-intiqa’iyyah)
a) metode
eklektik bisa menjadi ideal jika didukung oleh penguasaan guru secara memadai
terhadap berbagai macam metode.
b) metode
ini bisa jadi metode “seadanya” atau metode “semau guru” jika pemilihannya
hanya berdasarkan “selera”guru, atau atas dasar “mana yang paling enak dan
paling mudah” bagi guru.
2. Metode-Metode Pengajaran Bahasa Arab dengan Nazariyah
Al-Furu’ (Separated System)
a. Metode pengajaran kemahiran menyimak(maharah
al-istima’)
Tahapan-tahapan latihan menyimak adalah:
1) latihan
pengenalan atau identifikasi,
2) latiahan
mendengarkan dan menirukan, dan
3) latihan
mendengarkan dan memahami.
b. Metode pengajaran kemahiran berbicara (maharah
al-kalam)
Berbicara merupakan sarana utama untuk membina
saling penegertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai
medianya.
Tahap-tahap latihan berbicara adalah:
1) latihan
asosiasi dan identifikasi,
2) latiahn
pola kalimat atau pattern practice,
3) latihan
percakapan,
4) bercerita,
5) diskusi,
6) wawancara,
7) sandiwara,
dan
8) berpidato.
c. Metode pengajaran kemahiran membaca (maharah
al-qira’ah)
Tujuan pengajaran kemahiran membaca:
1) Mengembangkan
kemampuan dan kecepatan membaca siswa, kecepatan pengucapan, dan reprentasi
bacaan terhadap makna.
2) Kebenaran
pemahaman siswa akan isi bacaan dan membedakan main idea dengan unsur
penunjang.
3) Mengembangkan
kemampuan siswa dalam mencocokan pemahaman dengan apa yang ia dengar.
4) Pemerolehan
bahasa berupa mufradat dan tata kalimat baru serta bentuk ungkapan yang
indah.
5) Melatih
siswa untuk membuat ungkapan yang benar.
Dari segi bentuk qira’ah terbagi dua,
yaitu samitah atau sirriyyah dan jahriyyah. Untuk qira’ah
samitah, membaca merupakan proses berpikir tanpa keterlibatan suara. Adapun
qira’ah jahriyyah tercakup didalam aktivitas qira’ah samitah
ditambah ungkapan lisan atas isi bacaan dengan ucapan yang dinyaringkan.
Metode yang paling populer untuk mengajarkan
membacaadalah tariqah tarkibiyyah, tariqah tahliliyyah, dan tariqah
unzur wa qul. Dengan tariqah tarkibiyyah, pengajaran membaca dimulai
dari mengajarkan huruf ke kata kemudian baru ke kalimat. Nama lain metode ini
adalah tariqah juz’iyyah dan terbagi pada tariqah abjadiyyah dan tariqah
sautiyyah. Yang dimaksud dengan tariqah abjadiyyah adalah mengajarkan huruf dengan cara
penyebutan namanya. Adapun tariqah sautiyyah memberikan cara mengajarkan
huruf dengan mengedepankan bunyi sebuah huruf setelah dibei syakal.
Tariqah
tahliliyyah merupakan
kebalikan dari tariqah tarkibiyyah. Dengan metode ini, qira’ah
diajarkan dengan dimulai dari kata, baru kemudian ke huruf. Tariqah unzur wa
qul (lihat dan katakan). Landasannya adalah melihat sebuah benda kemudian
diucapkan. Metode ini terdiri atas dua macam, yakni tariqah al-kalimah
dan tariqah al-jumlah.
d. Metode pengajaran kemahiran menulis (maharah
al-kitabah)
Kemahiran menulis mempunyai dua aspek.
Pertama, kemahiran membentuk huruf dan menguasai ejaan (khat dan imla).
Keuda, kemahiran melahirkan atau mengekspresikan pikiran dan perasaan (ta’bir
kitabiy). Inti dari kemahiran menulis dalam pengajaran bahasa terletak pada
aspek kedua.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam
latihan kemahiran ini adalah mencontoh, mereproduksi, imla, rekomendasi dan
transformasi, mengarang terpimpin, dan mengarang bebas.
Jenis-jenis karangan dapat terdiri atas
eksposisi sederhana, narasi, deskripsi, surat, kreasi, imajinasi dan
sebagainya.
e. Metode mengajarkan qawa’id nahwiyyah
Tujuan yang hendak dicapai dalam pengajaran
metode ini memelihara lisan dan tulisan dari kesalahan.
Untuk mengajarkan qawa’id nahwiyyah
dikenal metode atau tariqah qiyasiyyah dan tariqah istiqra’iyyah.
Nama lain tariqah qiyasiyyah adalah tariqah al-qawa’id summa
al-amsilah, karena memang pengajaran qawa’id diawali dengan
definisi, kemudian diikuti oleh contoh-contoh.
Nama lain untuk tariqah istiqra’iyyah
adalah tariqah istintajiyyah atau istinbatiyyah. Metode ini juga
dikenal dengan nama Metode Herbart, karena prosedurnya mengikuti
langkah-langkah yang dikembangkan oleh nama tokoh tersebut. Langkah-langkah
yang dimaksud adalah:
1) tahmid
yang berisi apersepsi,
2) ‘ard
al-amsilah berupa pemaparan yang terdiri atas contoh-contoh yang berkaitan
dengan qa’idah yang akan dibahas,
3) ar-rabt
wa al-muwazanah dengan cara membandingkan materi baru dengan yang sudah
dipelajari, juga dengan mengaitkan temuan siswa dari keterkaitan contoh-contoh
yang ada serta membandingkannya hingga ditemukan aspek-aspek perbedaan,
4) istinbat
al-qa’idah yang merupakan lagkah penting dalam penyimpulan definisi, dan
5) at-tatbiq,
yang merupakan tahap aplikasi pemahaman siswa mengenai qa’idah yang baru
dipelajarinya dalam bentuk analisis latihan yang mereka lakukan sendiri.
f. Metode pengajaran kosa kata (mufradat)
Mufradat merupaka salah satu unsur bahasa yang harus
dikuasai oleh pelajar bahasa asing untuk dapat memperoleh kemahiran
berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Mufradat melalui kamus belum tentu
dapat membantu mengenal sebuah bahasa, karena setiap kata, kalimat, atau ungkapan
mempunyai tiga level makna. Makna-makna itu adalah makna leksikal (mu’jamiyyah),
makan morfologis (sarfyyah), dan makna sintaksis (nahwiyyah).
3. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Memilih
Metode
Ada dua metode, yaitu umum dan khusus, yang
perlu dipertimbangkan. Metode umum antara lain, meliputi at-tariqah
al-ilqai’yah atau tariqah al-muhadarah (metode ceramah), at-tariqah
al-hiwariyah atau tariqah al-as’ilah wa al-ajwibah (metode
dialog/tanya-jawab), tariqah al-munaqasyah (metode diskusi), at-tariqah
al-istiqra’iyyah al-istinjaiyah (metode induktif-deduktif), tariqah
tamsilal-adwar (metode bermain peranan), dan tariqah hall al-musykillat
(metode problems solving). Karena bersifat umum, maka metode ini dapat
digunakan untuk membelajarkan semua mata pelajaran, termasuk bahasa Arab.
Adapun metode khusus yang berfungsi sebagai
metode primer dalam pembelajaran bahasa Arab, meliputi tariqah al-qawa’id wa
at-tarjamah (metode kaidah dan terjemah), at-tariqah al-mubasyirah (direct
method/metode langsung), at-tariqah as-sam’iyyah asy-syafawiyyah
(metode dengan ucap) dalam pembelajaran qawa’id at-tariqah at-tabi’iyah
(metode natural), dan at-tariqah al-intiqa’iyyah (metode eklektik,
campuran/gado-gado).
Metode yang baik dan efektif adalah metode
yang memenuhi, setidaknya empat syarat. Pertama, kesesuaian metode
dengan materi yang hendak dipelajarkan. Kedua, kesesuian dengan tema
atau topik bahasan yang hendak dibelajarkan. Ketiga, metode yang
diniscayakan dapat memberikan motivasi dan penciptaan situasi belajar yang
kondusif dan produktif.
Keempat, metode yang dipilih hendaknya dapat
mengakomondasi berbagai perbedaan individual (al-furuq al-fardiyah),
seperti tingkat kemampuan minat, bakat, pengalaman, latar belakang siswa, dan
sebagainya.
4. Indikator Pembelajaran Bahasa Arab yang
Efektif
Ada beberapa indikator penting yang dapat
dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan atau efektivitas pembelajaran bahasa
Arab.
Pertama, tujuan pembelajaran secara umum (keseluruhan)
dan khusus (setiap topik bahasan) tercapai secara optimal. Kedua, siswa
belajar bahasa Arab dengan penuh minat, kesungguhan, rasa senang, dan
memperlihatkan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Ketiga, guru mampu menunjukan profesionalitasnya
dalam membelajarkan bahasa Arab, di antaranya:
a. Memiliki penguasaan materi yang luas dan mendalam,
a. Memiliki penguasaan materi yang luas dan mendalam,
b. memiliki
visi, misi, orientasi, pendekatan, dan metode secara memadai,
c. memiliki
komitmen tinggi dan menciptakan profesinya sebagai pendidik,
d. memiliki
kreativitas, kurioritas tinggi, dan semangat kuat untuk terus mengembangkan
ilmu (bahasa Arab),
e. selalu
berusaha memotivasi dan memajukan anak didik.
Keempat, proses pembelajaran bahasa berlangsung
secara manusiawi (humanis), dinamis,
menyenangkan dan produktif, tidak monoton dan tidak membosankan, sehingga siswa
merasa termotivasi, ingin terus belajar dan terpacu untuk berprestasi.
Kelima, hasil pembelajaran bahsa Arab itu dirasakan
bermanfaat bagi perkembangan kepribadian siswa, dapat membantu meningkatkan
penguasaan ilmu, sesuai dengan kebutuhan siswa dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya.
BAB 8
MODEL
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MUFRADAT
1. Pendahuluan
Mufradat (vocabulary, kosa kata) merupakan
salah satu unsur bahasa yang sangat penting, karena berfungsi sebagai pembentuk
ungkapan kalimat dan wacana. Seperti halnya qawa’id, mufradat
juga hanya berfungsi sebagai sarana atau media bukan tujuan pembelajaran bahasa
Arab itu sendiri.
2. Tujuan Mempelajari Mufradat
Salah satu orientasi modern dalam pembelajaran
bahasa Arab adalah tamhir, yaitu pembentukan keterampilan dan kebiasaan
berbahasa (takwin al-maharat wa al-adat al-lugawiyyah).
Tujuan utama pembelajaran mufradat adalah:
a. memperkenalkan
kosa katu baru kepada siswa/mahasiswa,
b. melatih
siswa/mahasiswa untuk dapat melafalkan kosa kata itu dengan baik dan benar,
c. memahami
makna kosa kata, baik secara denotatif atau klasikal (berdiri sendiri),
d. mampu
mengapresiasi dan memfungsikan mufradat itu dalam berekspresi lisan
(berbicara) maupun tulisan (mengarang).
Dengan kata lain, pembelajaran mufradat
berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemahiran siswa/mahasiswa dalam
berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik aktif maupun pasif dan dalam memahami
pembicaraan ataupun tulisan.
3. Posisi Mufradat dalam Sistem Bahasa Arab
Mufradat, yang merupakan bentuk jamak dari mufradah,
diartikan sebagai satuan atau unit bahasa yang tersususn secara horisontal sesuai
dengan sistem gramatikal (nahwu) tertentu yang berfungsi sebagai
pembentuk kalimat. Posisi muftadat sangatlah penting dalam sistem bahasa
Arab sebagai pembentuk struktur kalimat dan teks, penjelas kedududkan kata
dalam kalimat, dan penentu makna linguistik kontekstual dalam sebuah wacana
atau teks bahasa secara tepat.
Oleh karean itu, mufradat yang
digunakan dalam pembicaraan atau teks sangat terkait dengan dalalah (makna).
Setidak-tidaknya jika kita hendak memahami sebuah jumlah (kalimat), ada empat
tingkatan dalalah yang harus kita perhatikan, yaitu:
a. dalalah
mu’jamiyyah (makna leksikal),
b. dalalah
sarfiyyah (makna morfologis),
c. dalalah
nahwiyah (makna gramatikal), dan
d. dalalah
tangimiyyah (makna intonasi).
Signifikasi posisi mufradat dalam
sistem bahasa Arab tidak hanya terkait dengan makna makna per kata dalam
struktur kalimat, melainkan juga ragam dan varian bentuk mufradat itu
sendiri (siyag al-kalimat) yang secara gramatikal mempunyai kegunaan
masing-masing. Bentuk isim dan fi’il dnegan berbagai varian dan
derivasinya tidak hanya penting diketahui, tetapi juga perlu
dikontekstualisasikan penggunaannya. Karena itu, mufradat itu dapat
diposisikan pada level fonologis (ketika dilafalkan), morfologis (ketika didekati
dari segi bentuk kata), sintaksis (saat dimaknai posisi gramatikalnya),
semantik (ketika dilihat konteks maknanya), dan siyaq gair lugawi
(konteks nonlinguistik, sosial, budaya, politik, dan sebagainya).
4. Prinsip-Prinsip Pemilihan Mufradat
Rusydi Ahmad Tu’aimah menyebutkan ada tujuah
prinsip pemilihan mufradat,
a. التّواتر(frekuensi). Kata yang frekuansi
penggunaannya sering atau banyak.
b. التّوازع أو المدّي(range). Maksudnya, kata-kata yang digunakan oleh banyak
negara Arab daripada oleh sebuah negara Arab.
c. المتاحيّة(ketersediaan, availability). Maksudnya, kata yang
dikuasi oleh seseorang ketika akan digunakan lebih diutamakan daripada yang
tidak diketahuinya.
d. الألفة(familiar). Maksudnya kata yang kebih familiar (sering didengar
dan digunakan) harus diprioritaskan pembelajarannya daripada kata yang jarang
dan langka, meskipun mempunyai kesamaan arti.
e. الشّمول(ketercakapan, coverage). Maksudnya, satu kata yang
pengertiannya mencakup banyak hal perlu diprioritaskan daripada kata yang hanya
dapat digunakan dalam satu bidang saja.
f. الاهمّية(kepentingan significance). Maksudnya, kata yang sedang
diperlukan dan dianggap penting untuk diketahui dan digunakan harus lebih
diprioritaskan daripada yang tidak atau kurang dibutuhkan.
g. العروبة(kearaban). Maksudnya, kata yang berasal dari kata pinjaman atau
diserap dan diarabkan.
Dari segi fungsinya, mufradat dapat
diklasifikasikan menjadi mufradat mu’jamiyyah dan mufradat
wazifiyyah. Dari segi cara pemilihannya, mufradat juga dapat dibedakan
menjdai mufradat mufidah dan mufradat gair mufidah. Dan dari segi
gradasinya, mufradat dapat dikelompokan menjadi mufradat sahlah
(kosa kata yang mudah) dan mufradat sya’bah (kosa kata yang
sulit).
5. Model Pembelajaran Mufradat
Ada dua model yang biasanya digunakan dalam
pembelajaran mufradat, khususnya dalam memperjelas makna kosa kata,
yaitu at-tariqah as-siyaqiyyah (metode kontekstual) dan at-tariqah
gair as-siyaqiyyah (metode nonkontekstual). Metode pertama (kontekstual)
dimaksudkan sebagai cara menjelaskan makna kosa kata melalui kontekstualisasi
kata dalam struktur kalimat. Asumsinya adalah bahwa satu kata dalam bahasa Arab
terkandung mempunyai banyak makna, sehingga agar makna dipahami, maka kata itu
harus diletakan dalam struktur kalimat secara kontekstual.
Adapun prosedur yang dapat ditempuh guru dalam
menjelaskan makna mufradat, menurut Tuaimah sebagai beriku:
a. Menunjuk/memperlihatkan (إشارة أو إبراز أشياء) benda atau sesuatu yang langsung berhubungan dengan kosa kata
yang sedang diperkenalkan atau diajarkan.
b. Dramatisasi (تمثيل المعنى) untuk menjelaskan makna.
c. Bermain peranan (لعب الدّور) sesuai dengan kosa kata yang diajarkan.
d. Menyebutkan antonim (ذكرالمتضادات) menyebukan lawannya.
e. Menyebutkan sinonim (ذكرالمترادفات) persamaannya.
f. Memberikan asosiasi makna (تداع المعان) menyebutkan kata-kata agar pikiran sswa tertuju pada suatu
pengertian.
Secara teknis, pembelajaran mufradat
dapat diklasifikasikan menjadi dua orientasi, yaitu unplanned vocabulary
teaching (pembelajaran mufradat tak berencana) dan planned
vocabulary teaching ( pembelajaran mufradat terencana).
6. Metode Pengembangan Pembelajaran Mufradat
Metode yang disarankan oleh Hasan Syahatah
dalam pengembangan mufradat adalah dengan mengikuti langkah-langkah
berikut.
Pertama, guru/dosen hendaknya dapat memusatkan
perhatian pada siswa/mahasiswa ketika
menyajikan mufradat baru sekaligus maknanya dalam konteks yang tepat.
Kedua, guru/dosen hendaknya juga langsung mendorong
mereka menggunakannya dalam percakapan maupun dalam karangan mereka.
Ketiga, guru/dosen perlu mrminta secara khusus agar
mereka mencatat mufradat baru berikut maknanya dalam buku khusus.
Keempat, dalam percakapan atau diskusi, guru/dosen
hendaknya tidak ragu-ragu dalam penggunaan mufradat baru.
Kelima, guru/dose hendaknya memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada mereka untuk banyak membaca, sekaligus memberi
kesempatan untuk menceritakan atau mengekspresikan hasil bacaannya.
Keenam, pada sata percakapan atau diskusi, guru/dosen
hendaknya berhenti sejenak ketika mengucapkan mufradat baru yang perlu
mendapat perhatian khusus dari mereka.
Ketujuh, guru/dosen hendaknya memberi kesempatan
kepada mereka untuk menunjukan beberapa mufradat baru yang telah dicatat
berikut contoh-contoh penggunaannya dalam struktur kalimat, paragraf, atau
karangan utuh.
Kedelapan, guru/dosen hendaknya dituntut memberikan
umpan balik, berupa pembetulan, koreksi, dan responsi terhadap karya mereka
agar lebih bersemangat dan terpacu untuk mengembangkan penguasaan mufradat
secara mandiri.
Dalam konteks kemajuan teknologi informatika,
pengembangan pembelajaran mufradat juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan
internet dengan mengakses situs-situs yang berbahasa Arab.
7. Penguasaan Mufradat dan Pengembangan Kemahiran
Berbahasa
Tidak ada yang menyangkal bahawa penguasaan mufradat
sangat vital bangi pengembangan kemahiran berbahasa Arab menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat kemahiran ini mustahil dapat dicapai tanpa
dibarengi dengan penguasaan mufradat. Oleh karena itu, revitalisasi
pembelajaran mufradat yang berorientasi kepada pengembangan empat
keterampilan berbahasa Arab mutlak diperlukan baik pada tataran teoritik
akademik maupun pada tataran praktik-pragmatik.
Secara teortik akademik, pengembangan
kemahiran berbahasa harus dikuasi oleh siswa/mahasiswa dalam satu semester.
Penguasaan jumlah nominal mufradat boleh jadi bukan hal yang substansi, karena
yang diperlukan adalah seberapa tinggi tingkat fungsionalitas dan niali
pragmatik mufradat yang dibelajarkan.
Jika penguasaan mufradat bagi
siswa/mahasiswa dapat dioptimalkan melalui berbagai latihan, terutama menyimak
dan membaca, niscaya kemahiran berbahasa Arab dan bahasa Asing lainnya dapat
ditumbuhkembangkan secara proporsional.
BAB 9
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN QAWA’ID (NAHWU DAN SARAF)
1. Pendahuluan
Pembelajaran bahasa arab di lembaga pendidikan
dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi idealnya memungkinkan para
peserta didik menguasai empat keterampilan berbahasa (maharat al-istima’,
al-kalam, al-qiraa’ah, dan al-kitabah ) secara fungsional dan
proporsional. Demkian pula, tenaga pendidik bahasa arab (instruktur, guru,
dosen ) idealnya fasih dan lancar berkomunikasi dalam bahasa arab, sehingga ia
menjadi contoh teladan yang baik bagi para perserta didiknya.
Bahasa Arab bukan hanya sekedar berfungsi
reseptif, yaitu sebagai meida untuk memahami apa yang dapat didengar, berita,
teks, bacaan dan wacana, melainkan juga berfungsi produktif dan ekspresif,
yaitu untuk memahamkan orang lain mengenai komunikasi lisan dan tulisan. Sebuah
penelitian menunjukan bahwa kemampuan menggunakan bahasa sebagai media
komunikasi merupakan salah satu kunci dan dasar keberhasilan manusia dalam
hidupnya.
2. Misperepsi
Mengenai Pembeajaran Qawa’id
Karena adanya mispersepsi dan misorientasi
tersebut, beberapa pakar bahasa arab mulai Ibn Madha Al-Qurtubi (w. 592 H)
hingga Ibrahim Mustafa Syauqi Daif (1910-2003) dan Tammam Hasan (1918-sekarang)
mulai menaruh perhatian pentingnya reformasi nahwu atau setidak-tidaknya
simplikasi dan pemudahan nahwu. Diantara yang diserukan reformasi tersebut
adalah :
- Resistemasi bahassan
nahwu
- Peniadaa i’rab
taqdiri wa mahali
- Peniadaan i’rab yang
tidak diperlukan
3. Tujuan
pembelajaran Qawa’id
- Membekali perserta
didik dengan kaidah-kaidah yang memungkinkannya dapat menjaga bahasanya
dari kesalahan
- Menumbuhkan
pendidikan ntelektual dan membawa mereka berfikir logis
- Membiasakan perserta
didik cermat dalam pengamatan
- Melatih peserta didik
agar mampu menirukan dan mencontoh kalimat
- Mengembangan
kemampuan peserta didik dalam memehami apa yang didengar (isi
pembelajaran) dan tertulis (isi bacaan)
- Membantu peserta
didik agar benar dalam membaca, berbicara, dan menulis atau mampu
menggunakan bahasa arab lisan dan tulisan secara baik dan benar
4. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Qawa’id
- Nahwu saraf buka
tujuan (gayah), melainkan perantara atau media
- Pembelajaran nahwu
saraf harus konstektual, dalam arti memperhatikan konteks kalimat yang
digunakan, bukan karena semata-mata menekankan i’rab atau tasrif
- Membelajarkan makna
kalimat harus terlebih dahulu didahulukan daripada menjelaskan fungdi
i’rab
- Menghafal istilah dan
kaidah nahwu bukan merupakan prioritas utama. Melainkan hanya sekedar
sarana memehamkan peserta didik akan kedudukan kata dalam kalimat
- Tidak dianjurkan pla
pembelajaran nahwu sarf dikembangkan teori ‘amil, ta’lil. I’rab taqdiri,
yang bagi pesertda didik sangat abstrak tidak praktis dan tidak bermanfaat
5. Metode dan
Model Pembelajaran Qawa’id
- Metode
deduktif/analogi (at-tariqiah al-qiyasiyyah)
Inti metode ini adaah bahwa pembelajaran
qawa’id dimulai penyajiannya kaidah nahwu atau saraf terlebih dahulu, lalu
diikuti dengan contoh-contoh yang dapat memperjelas kaidah yang dipelajari
- Metode induktif
(at-tariqiah al-istqra’iyyah atau al-istinbatiyyah)
Metode in merupakan kebalikan dari merode
deduktif. Pembelajaran qawa’id dengan metode ini dimulai dengan penyajian
contoh-contoh yang relavan, lalu dibaca, didiskusikan, dan disimpulkan dalam
bentuk kaidah.
- Metode teks terpadu
at-tariqiah an-nusus al-mutakammilah
Dalam aplikasinya, peserta didik dimimta
membaca teks, lalu mendiskusika kandungannya, dan guru menunjukan
kalimat-kalimat tertentu dalam teks yang mengandung unsur kaidah, yang hendak
dibelajarakan, kemudian dari berbagai beberapa kalimat itu diambil kesimpulan
dalam bentuk kaidah dan akhirnya peserta didik diminta untuk mengaplikasikan
kaidah itu kedalam comtoh-contoh kalimat baru.
- Metode aktivitas
(at-tariqah an-nasyat)
Mula-mula guru meminta peseta didik untuk
mengumpulkan kalimat dan terstuktur yang mengandung konsep qawa’id yang hendak
diajarkan. Kalimat itu dapat dikumpulkan dari koran, majalah, ataubuku yang
ada. Kemudian guru mengambil kesimpulan terhadp konsep qawa’id itu, lalu
menuliskannya, kemudaian diaplikasikan dalam contoh-contoh yang lain.
- Metode problem
(at-tariqah al-musykilat)
tenaga pendidik mula-mula melontarkan satu
persoalan nahwu atau saraf di hadapan peserta didik
yang solusinya aan ditemukan oleh kaidah baru.
Tenaga pendidik dalam hal ini dapat menyajikan beberapa contoh ungkapan atau
kaimat yang salah, lalu ditawarkan keapda peserta didik mengapa salah, bagaimna
memnetukan, dan kesimpulan apa yang dapat diambil dari ksusus-kasus kesalahan
itu.
6. Metode
Pengembangan Qawa’id
Pertama, penguatan apa tyang disebut as-saliqah
al-lugawiyah (instrik atau potensi dasar) dikalangan peserta didik.
kedua, memprioritaskan konteks (as-siyaq) dalam
pembelajaran qawa’id sangat penting karena menghafal kaidah tidak cukup
fungsional jika peserta didik tidak dilatih untuk memahami konteks kalimat yang
dijadikan sebagai contoh.
Ketiga, integrasi ‘rab dan maknastruktur kalimat,
karena i’rab merupakan merupakan bagian integral dari makna.
Keempat, pengenalan dan pembiasaan penggunaan
al-azminah wa an-nahwiyah (tenses) secara tepat antara masa lampau, sekarang
dan akan datang dalam hal ini, tenaga pendidik dituntut mampu menciptakan
situasi yang tepat agar peserta didik dapat memahami dan menggunakan tenses
tersebut aecara tepat sesuai dengan konteksnya
Kelima, pemvariasian tadribat (latihan) agar peserta
didik terbiasa menggunakan struktur bahasa secara baik dan benar.
BAB 10
STRATEGI
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENGARANG (INSYA’)
1. Pendahuluan
Insya’ (mengarang, menulis karangan) merupakan
salahsatu keterampilan kebahasa aktif yang perlu mendapat perhatian khusus,
baik oleh tenaga pengajarnya mapun oleh mahasiswa yang mempelajarinya.
Secara teoritis, keterampilan menulis merupaka
keterampilan berbahsa yang dinilai “paling sulit” (khususnya bagi pelajar
asing) dan gradisi pembelajaranya diletakan paling akhir setelah tiga
keterampilan sebelumnya(menyimak , berbicara, dan membaca) dibelajarkan.
2. Reorientasi
Tujuan Pembelajaran Insya’
Tujuan dan orientasi pembelajaran insya’ yang
lebih realistis dan konkret adalah mengembangkan kemampuan berfikir dan
ketrampilan menulis secara ilmiah melaului pembiasaan tradisi membaca literarur
-literartur berbahasa Arab. Bentuk, dan gaya bahasa tetap penting, teapi hanya sekedar
sarana ekspresi semata.
3. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Insya’
- Perhatian diutamakan
pada makna (pemikiran), bukan pada bentuk dan struktur bahasa
- Penciptaan suasana
pembelajaran yang kondusif, kebebasan, serta, semangat untuk belajar dan
berlatih mengekspresikan gagasan ide, dan pendapat.
- Pembiasaan
menggunakan pola pikir dengan bahasa asing (Arab) dan pengikisan (eliminasi)
penggunaan ola berfikir dengan bahasa ibu. Hal ini dimksudkan agar dosen
dan mahsiswa atau guru dengan siswa terlatih dan terbiasa berbahsa Arab
dengan pentur asli.
- Tujuan, prosedur,
rambu-rambu, rancangan, dan model pembelajaran insya’ perlu diketahui dan
dipahami oleh siswa/mahasiswa pada awal pembelajaran atau perkuliahan.
- Seleksi, gradasi, dan
variasi materi pembelajaran insya’ dilakukan secara dinamis dan kreatif
sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. Insya’ yang sudah pernah
debelajarkan tidak belajarkan lagi tanpa ada perkembangan.
4. Pendekatan dan
Strategi Pembelajaran Insya’
- Pendekatan humanistik
(al-madkhal al-insani)
- Pendekatan
teknik/teknologi (al-madkhul at-tiqni)
- Pendekatan
analisis/formal-struktural dan nonanalisi/global/naturalsitik (al-madhkal
at-tahlily asy-syakli wa gair al-tahlily al-kully at-tabi’i)
- Pendekatan
komunikasi/fungsional (al-madhkal al-ittisali/al-wazifi).
5. Metode
Pembelajaran Insya
- Menetapkan dan
merusmuskan tujuan dan orientasi pembelajaran secara fungional
- Merancang dan
menetapkan (bersama mahasiswa) tema-tema yang hendak dikembangkan melalui
latihan menulis, baik latihan individual maupun kelompok
- Pembagian tugas
individual dan kelompok sesuai dengan kontrak belajar yang disepakati
- Mendiskusikan
masalah-masalah pokok yanhg akan ditulis dalam karangan dengan pengantar
bahasa Arab (setiap tatap muka)
- Diskusi kelompok (dua
minggu sekali) dengan presentasi makalah (sesuai dengan rambu-rambu
pembuatan yang telah ditetapkan) diikuti dengan tanya jawab, dialog, dan
beberapa analisis kesalahan berbahasa
- Penusunan karya
ilmiah dilakukan mahasiswa secara mandiri di rumah
- Pada tatap muka yang
bukan untuk diskusi juga digunakan untuk pembinaan dan pengembangan
keterampilan menulis.
6. Materi dan
Evaluasi Insya’
Materi kebahasaan (mufradat, qawa’id, balagah,
dan lain-lain) idealnya memang sudah diharapkan sudai dikuasai oelh mahasiswa.
Materi pemikiran, sesuai dengan tuuan dan orientasi pembelajaran, berkaitan
dengan masalah keislaman, kefakultasan, dan kejurusan. Dengan kata lain, matei
pembelajaran insya’dapat dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh dosen dan
mahasiswa dengan mengacu pada tujuan dan orientasi belajar.
Adapun evalisai yang perlu dikembagakn adalah
evaluasi terpadu antara evaluasi formatif, mid-semester, dam sumatif, evaluasi
formatif fdasarkan atas tugas khusus yang dirancang sedemikian rupa oleh dosen
dan tidak dikerjakan di dalam kelas. Adapun evaluasi sumatif didasarkan atas
nilai ujian akhir semester yang berupa penyusunan karya ilmiah atau relatif
dengan kebebasan khusus.
BAB 11
SENI MENGAJAR BAHASA ARAB BAGI ANAK-ANAK
1. Metode
Pengajaran Bahasa Arab
Secara pedagogik metode adalah rencana
keseluruhan yang berkenaan dengan penyajian materi pembelajaran secara teratur
dan tidak ada satu pun yang bertentangan dengan yang lain.
Bahasa merupakan kebiasaan, begitu teori
bahasa yang sering dikenal karena usa anak-anak merupakan usia kepribadian,
pengembangan bakat tu termasuk keterampilan bahasa.
Tahap-tahap perkembangan anak terbagi menjadi
dua bagian sbb :
a. Tahap sensorik
motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini
anak masih belum mengerti apa-apa, mereka hanya melakukan yang mereka sukai dan
yang kehendaki saja, oleh karena itu mengajarkan bahasa arab sedikit-sedikit
dengan menggunakan bahasa ibu.
b. Tahap pra
operasional (2-7 tahun)
tahap ini
adalah masa keemasan, sebab itu ibulah yang berperan penting karena yang selalu
bersama anaknya, dan lingkungan pun mempengaruhinya.
2. Strategi
bermain
a. Motivasi
intrinsik ( memotivasi anak belajar sambil bermain).
b. Diutamakan
tujuan sebab anak cenderung lebih suka
pada tingkah laku itu sendiri darpada hasil.
c. Bermain hal
yang menyanangkan.
3. Strategi
bercakap-cakap
Srategi ini mempunyai arti saling meomunikasi
pikiran, perasaan, dan kebutuhan secara verbal, mewujudkan kemampuan reseptif
dan bahasa ekspresif. Strategi ini anak diajak tanya jawab dengan benda-benda
disekelilingnya dengan menggunakan bahasa arab guru memberitahu kosa kata
berbahasa arab
4. Strategi
demonstrasi
Dalam
strategi ini lisan saja tidak cukup, melainkan harus sambil ditirukan
apa yang diucapkan guru kepada peserta didik dan mereka menghapalkannya.
5. Strategi projek
Dalam strategi ini peserta didik diberi
pengalaman belajar dengan persoalan sehari-hari dan harus dipecahkan secara
berkelompok.
6. Trategi
bercerita
Strategi ini menyuruh anak berani bercerita
secara lisan. Jadi didalam cerita itu diselipkan pelakunya dengan menggunakan
bahasa arab.
Adapun macam-macam teknik bercerita sbb:
a. Membaca
langsung dari buku cerita.
b. Bercerta
menggunakan ilunstrasi gambar dari buku.
c. Menceritakan
dongeng.
d. Bercerita
menggunkan flanel.
7. Seni mengajar
bahasa arab
Seni mengajar bahasa arab merupakan suatu
aktivitas guru yang harus dilakukan dengan pengetahuan, keterampiln, dan gaya
pribadinya untuk menyiapkan peserta didik pada situasi yang sebaik-baiknya
sehingga terjadi pembelajaran bahasa arab secara efektif, efisien, dan estetis.
BAB 12
SUMBER BELAJAR
1. Definisi sumber
belajar
Sumber belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam peningkatan
kualitas pembelajaran. Sumber belajar terdiari atas pesan (segala informasi
dalam bentuk, ide, fakta, dan data yang disampaikan kepada peserta didik).
2. Jenis sumber
belajar
menurut warsita (2004:212)jika ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Sumber belajar
yang dirancang, yaitu sumber belajar khusus atau yang sengaja dirancang atau
dikembangkan untuk tujuan pembelajaran tertentu.
2. Sumber belajar
yang sudah tersedia dan dimanfaatkan, yaitu sumber belajar tidak khusus dan
dirancang untuk keperluannya saja.
3. Klasifikasi
sumber belajar
Dalam klasifikasi sumber belajar bukan hanya benda mati saja tetapi
memerlukan juga lingkungan alam, perpustakaan, media cetak, narasumber, karya
siswa, media elektronik sebagai pelengkap dan baiknya sumber belajar,
4. Komponen sumber
belajar
a. Tujuan, visi,
misi dan fungsi sumber belajar.
b. Bentuk, format,
atau keadaan fisik sumber belajar.
c. Pesan yang
dibawa sumber belajar.
d. Tingkat
kesulitan atau kompleksitas sumber belajar.
BAB 13
PERMAINAN BAHASA
1. Pengertian
permainan bahasa
Permainan berasal dari “main” yang artinya
perbuatan untuk menyenangkan hati. Adapun dalam konteks bahasa, permainan
adalah suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan berbahasa tertentu
dengan cara yang menggembirakan.
Permainan bahasa termasuk alternatif
pengajaran yang baru dalam pengajaran bahasa arab, harus diingat alternatif ini
bukan untuk mengukur atau mengevaluasi pembelajaran, melainkan sebagai langkah
pendekatan dalam pembelajaran.
2. Macam-macam
permainan bahasa
a. Permainan
berbicara
Berbicara adalah awal dari proses pembelajaran
bahasa, karena manusia belajar bahasa dengan menggunakannya. Permainan ini
sangat membantu dan bermanfaat pada pembelajaran bahasa arab sebagai pengganti
pengulangan-pengulangan dan memudahkan dalam mengatur pengajaran, memperbanyak
potongan untuk mendengarkan dan berbicara dengan intonasi yang tepat, sehingga
mendorong murid untuk menerapkan apa yang dipelajarinya.
b. Permainan
ucapan
Disini terjadi kesulitan karena bahasa asing yang
berbeda dengan bahasa ibu mulai dari bunyinya, sehingga peserta didik sangat
sulit menangkap apa yang kita ucapkan. Oleh karena itu peserta didik harus
dibiasakan mendengarkan dan mengulangi terus-menerus dalam pengucapan asli yang
diambil dalam bentuk permainan ini.
c. Permainan
membaca
Kemampuan membaca merupakan keterampilan yang
sangat vital dalam masyarakat dan lebih lagi dikalangan akademisi. Meski
demikian keterampilan ini tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya dalam
pendidikan sehingga tidak sedikit masyarakat kta yang telah berpendidikan tidak
menguasai keterampilan ini.
BAB 14
PENGEMBANGAN EVALUASI BELAJAR
1. Pengertian
Evaluasi
Dalam UUNo.20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 pasal 1 ayat 21 menjelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan penddikan.
Dalam PP 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Bab 1 pasal 1 ayat 17 dikemukakan bahwa penilaian adalah proses
pengumpulan dan pengelolaan informasi untuk mengukur pencapaan hasil belajar
peserta didik.
Ditjen dikdasmen (2003:1) secara eksplsit
mengemukakan bahw antara evaluasi dan penilaian mempunya persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah keduanya mempuyai pegertian menlai atau
menentukan nilai sesuatu. Adapun perbedaannya terletak pada konteks
penggunaannya. Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit
dan biasanya dilaksanakan secara internal, yakn oeh orang-orangyang terlibat
dalam istem yang bersangkutan. Sedangkan evaluasi digunakan dalam konteks yang
luas dilaksanakannya eskternal.
2. Tujuan Evaluasi
Secara umum tujuan evaluasi pembelajaran
adalah untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Secara khusus, tujan evaluasi adalah untuk mngetahui tingkat penguasaan
peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan, mengetahu kesuitan
yang dihadapi peserta didik sehngga dapat dilakukan diagnosis dan memberikan
remedial teaching dan mengetahui efesiensi dan efektivitas strategi
pembelajaran guru baik bersangkutan dengan metode, media dam sumber-sumber
belajar.
3. Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi diantaranya :
a. Psikologis,
peserta didik mengetahui prestasi belajar agar merasakan kepuasan dan
ketenangan.
b. Sosiologis,
untuk mengetahui peserta didik bisa berkomunikasi dan beradaptasi dengan
masyarakat.
c. Didakktis-metodis,
untuk membantu guru dalam penempatan peserta didik sesuai kemampuannya.
d. Untuk
mengetahui kemampuan peserta ddik apa ia pandai,sedang, atau kurang.
e. Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik
dalam menempuh program pendidikannya.
f.
Untuk membantu guru dalam memberikan bmbingan
dan seleksi terhadap peserta didik berupa jenis pendidikan, jurusan, maupun
tingkatan dala kelas.
4. Prinsip-prinsip
evaluasi
a. Jelas abilitas,
materi, alat evaluasi dan interpensi hasil evaluasi.
b. Menjadi bagian
integral dari proses pembelajaran
c. Agar hasilnya
objektif harus menggunakan berbagai alat (instumrn) yang sifatnya komprohensif.
d. Diikuti tindak
lanjut
5. Ruang lingkup
evaluasi pembelajaran
a. Penlaian kompetensi
dasar mata pembelajaran.
b. Penilaian
kompetensi rumpun pembelajaran.
c. Penilaian
kompetensi lintas kurikum.
d. Penilaian
kompetensi tamatan
e. Penilaian
terhadap pencapaian keteramplan hidup
6. Teknik dan
bentuk evaluasi
TES
Tes adalah
suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi, yang
ddalamnya terdapat banyak item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan
atau dijawab oleh anak didik, kemudan hasil dari pertanyaan dan jawaban itu
dapat dijadikan penilaian tentang prilaku peserta didik tersebut.
Comments
Post a Comment