1.
Tentang definisi Tasawuf
a.
Secara bahasa
Tasawuf berasal
dari kata Shafa. Kata Shafa ini berbentuk fiil mabni majhul sehingga menjadi
isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang
“bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya di
hadapan Tuhannya.
b.
Ayat al-qur’an
tentang tasawuf
·
Ayat tentang kata Tasawuf
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
Artinya: "Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).
وَإِذَا سَأَلَكَ
عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: "Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran." (Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 186).
·
Ayat tentang nuansa Tasawuf
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ
مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: "Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Q.
S. 50. Qof, A. 16).
فَوَجَدَا عَبْداً
مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا
عِلْماً
Artinya: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Q. S. 18. Al-Kahfi, A. 65).
c.
Definisi Tasawuf menurut dua Tokoh
·
‘Amir bin Usman
Al-Makki pernah mengatakan, “Tasawuf adalah seseorang hamba yang setiap
waktunya mengambil waktu yang utama.”
·
Muhammad Ali
Al-Qassab memberikan ulasannya sebagai berikut, “Tasawuf adalah akhlak yang
mulia yang timbul pada masa yang mulia dari seorang yang mulia ditengah-tengah
kaumnya yang mulia.”
d.
Profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu. Dengan nilai tasawuf kita
tidak sembarang memilih profesi. Kemudian, dengan nilai tasawuf menjadikan
profesi yang kita pilih bertujuan untuk kepentingan umat tidak hanya untuk
kepentingan pribadi. Sehingga profesi kita lebih indah manfaatnya. Selain itu,
dengan nilai tasawuf seseorang melakukan pekerjaannya dilandasi dengan
akhlak-akhlak terpuji seperti sabar, jujur, bekerja keras, dan bertanggung
jawab. Dan pekerjaan pun dilakukan secara professional. Contohnya saat kita
menjadi guru fisika kita mengajar pada siswa mengenai konsep fisika yang
berkaitan dengan ayat Al-Qur’an dan Kebesaran Allah swt sehingga siswa dapat
menyadari kebesaran Allah swt terutama yang ada disekitarnya.
2.
Tentang Tasawuf
Fase ke-4 (Abad ke 6-7 H)
a.
Karakteristik
khas tasawuf
Pada periode
ini puncaknya terjadi pada masa Ibnu Arabi dengan teorinya wahdat al wujud,
yang memandang bahwa wujud mutlak itu adalah Allah SWT, sedangkan wujud yang
lainnya dalam alam itu adalah hanya wujud mazaji (kiasa) yang bergantung pada
wujud mutlak itu. Jadi, wujud yang sebenarnya adalah satu dan wujud fenomena
alam yang serba aneka, serba ganda, ini merupakan wadah penampakan (tajali)
lahir dari wujud mutlak itu. Teori ini diuraikan dalam bukunya Futus al Hikam dan Futuhat al Makiyah.
b. Suhrawardi Al Maqtul
Nama lengkap Suhrawardi adalah Abu al-Futu>h} Yah}ya bin Habash
bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153M
di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia
memiliki sejumlah gelar : Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist,
al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul. Sebagaimana umumnya para
intelektual muslim, Suhrawardi juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah
untuk mengembangkan wawasannya. Wilayah pertama yang ia kunjungi adalah Maragha
yang berada di kawasan Azerbaijan. Di kota ini ia belajar filsafat, hukum dan
teologi kepada Majd al-Din al-Jili. Untuk memperdalam kajian filsafat ia juga
berguru pada Fakhr al-Din al-Mardini. Tampaknya tokoh terakhir ini merupakan guru
filsafat yang sangat berpengaruh bagi Suhrawardi.
Melihat pada tahun hidupnya, peradaban Islam pada masa Suhrawardi
berada pada fase kematangan. Kondisi ini merupakan akumulasi dari sejarah
panjang peradaban Islam, terutama sejak bani Abbasiyah menjadi penguasa dunia
Islam. Diawali dengan penerjemahan berbagai karya ilmiah klasik ke dalam bahasa
Arab peradaban Islam terus berkembang. Kegiatan penerjemahan ini pada
gilirannya mendorong lahirnya para intelektual muslim dengan berbagai karya
monumental mereka sebagai indikator yang paling real bagi masa keemasan Islam
mulai abad X hingga mencapai puncaknya pada abad XII. Secara garis besar,
wacana pemikiran Islam pada masa ini memiliki tiga alur utama, pertama, falsafi
yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn
Rushd, kedua, mistis (tasawuf) dengan Rabi’ah al-Adawiyah, Abu Yazid
al-Bustami, dan al-Ghazali di antara pionir-pionirnya, ketiga¸ gabungan dari
dua aliran itu melahirkan aliran yang disebut dengan teosofi. Corak pemikiran
teosofi ini selain bertumpu pada rasio, ia juga bertumpu pada rasa (dhawq) yang
mengandung nilai mistis. Berdasarkan pembagian ini, agaknya pada aliran ketiga
inilah Suhrawardi mengembang-kan pemikiran-pemikirannya.
Dalam konteks karya-karyanya ini, Hossein Nasr
mengklasifikasikan-nya menjadi lima kategori sebagai berikut :
·
Memberi interpretasi dan memodifikasi kembali ajaran peripatetik.
Termasuk dalam kelompok ini antara lain kitab : At-Talwihat al-Lauhiyyat
al-‘Arshiyyat, Al-Muqawamat, dan H}ikmah al-‘Ishraq.
·
Membahas tentang filsafat yang disusun secara singkat dengan bahasa
yang mudah dipahami : Al-Lamahat, Hayakil al-Nur, dan Risalah fi al-‘Ishraq.
·
Karya yang bermuatan sufistik dan menggunakan lambang yang sulit
dipahami : Qissah al-Ghurbah al Gharbiyyah, Al-‘Aql al-Ahmar, dan Yauman ma’a
Jama’at al-Sufiyyin.
·
Karya yang merupakan ulasan dan terjemahan dari filsafat klasik :
Risalah al-Tair dan Risalah fi al-‘Ishq.
·
Karya yang berupa serangkaian do’a yakni kitab Al-Waridat wa
al-Taqdisat.
Banyaknya karya ini menunjukkan bahwa Suhrawardi benar-benar
menguasai ajaran agama-agama terdahulu, filsafat kuno dan filsafat Islam. Ia
juga memahami dan menghayati doktrin-doktrin tasawuf, khususnya doktrin-doktrin
sufi abad III dan IV H. Oleh karena itu tidak mengherankan bila ia mampu
menghasilkan karya besar serta memunculkan sebuah corak pemikiran baru, yang
kemudian dikenal dengan corak pemikiran mistis-filosofis (teosofi). Pemikiran
teosofi Suhrawardi berujung pada konsep cahaya (iluminasi, ishraqiyyah) yang
lahir sebagai perpaduan antara rasio dan intuisi. Istilah Ishraqi sendiri
sebagai simbol geografis mengandung makna timur sebagai dunia cahaya. Sementara
mashriq yang berarti tempat matahari terbit merefleksikan sumber cahaya.
c. Ibnu Arabi
Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Ali ibnu Muhammad Ibnu ’Arabi al
Tha’i al Hatimi. Nama ini dibubuhkan oleh Ibnu ’Arabi dalam Fihrist (katalog
karya-karyanya). Orang-orang sezamannya, khususnya Sadruddin al Qunawi
memanggilnya Abu’Abdullah. Banyak penulis pada umumnya menyebut dia sebagai
Ibnu ‘Arabi. Nama singkat ini telah lama dipakai oleh para penulis Barat. Dari nama lengkap tersebut kemudian oleh
orang-orang setelahnya terutama yang mengaguminya Ia diberi gelar, antara lain
: Muhyi-Din (Penghidup Agama) dan Syaikh al Akbar (Doktor Maximus). Lalu banyak
penulis yang menggabungkan dua gelar itu menjadi : Syaikh al Akbar Muhyidin
Ibnu al’Arabi. Ibnu ‘Arabi dilahirkan pada 17 Ramadan 560 H, bertepatan dengan
28 Juli 1165 m, di Mursia, Spanyol bagian tenggara. Pada waktu kelahirannya
Mursia diperintah oleh Muhammad Ibnu Sa’id Ibnu Mardanisy.3(Kautsar Azhari
Noer, Ibn Al’Arabi, Waĥdatul wujūd dalam Perdebatan (Jakarta : Paramadina,1995
) hlm. 17) Sebagai anak pertama dan satu-satunya lelaki, kelahirannya jelas
merupakan kebahagiaan besar bagi orang tuanya. Tujuh tahun pertama kehidupannya
tampaknya dihabiskan di tengah konflik dan ketegangan lokal. Ayahnya bertugas
sebagai tentara Ibnu Mardanisy, penguasa lokal yang mendirikan kerajaan kecil
untuk diri sendiri dengan bantuan tentara bayaran kristen.
Secara tipikal Ibnu ‘Arabi dianggap sebagai seorang sufi. Dan
anggapan ini relatif benar jika kita memahami istilah sufisme untuk menunjuk
pada tambatan pemikiran dan praktek Islam yang menekankan pengalaman langsung
dari obyek-obyek iman. Terlepas dari
perbedaan mengenai asal-usul kata yang membentuk artinya seperti safa (suci) ;
shaf (baris) suffah (penghuni masjid nabawi) : sophia (hikmah) ; atau suf (bulu
domba) – tasawuf mengandung makna yang dalam yang merujuk pada kebersihan batin,
mendekatkan diri pada Tuhan, menjauhkan diri dari kesombongan dan ketamakan
terhadap daya tarik dunia. Tasawuf secara umum adalah falsafah hidup dan cara
tertentu dalam tingkah laku manusia dalam upaya merealisasikan kesempurnaan
moral, pemahaman hakikat realitas dan kebahagian rohaniah.
Dari sekian pengertian tasawuf (sufisme) di atas adalah benar jika
dikatakan bahwa Ibnu ‘Arabi adalah seorang tokoh sufisme. Karena jika kita
menyimak kembali riwayat hidupnya, adalah sosok yang memilih jalan ruhani yang
penuh kesederhanaan pada saat kenikmatan duniawi mengelilinginya. Harta,
jabatan, dan segala kemewahan ditinggalkannya demi mencari kabahagiaan hakiki.
Dalam banyak literatur, Ibnu ‘Arabi memang lebih sering dimasukkan dalam
kategori tokoh sufi atau dalam disiplin bidang tasawuf. Tetapi jika ada yang
menyebutnya sebagai seorang filosof – seperti halnya AE. Affifi yang memandang
Ibnu ‘Arabi dari sudut pandang filsafat – maka tidaklah mudah untuk
menyangkalnya. Hal ini dikarenakan corak pemikirannya yang mensintesakan antara
tasawuf dan filsafat. Dalam catatan sejarah pemikiran umat Islam, Ibnu ‘Arabi
adalah tokoh yang memberi konstribusi besar terhadap tradisi intelektual secara
tertulis. Separoh akhir dari kehidupannya telah menghasilkan ratusan karya yang
mempunyai nilai sastra, intelektual dan spiritual yang tidak ternilai harganya.
Memang ia adalah pemikir yang paling tinggi tingkat produktifitasnya dibanding
pemikir lain. Namun sampai saat ini belum ada jumlah pasti yang disepakati para
peneliti atas karya-karya Ibnu ‘Arabi.
Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang wihdatul wujud (kesatuan
wujud). Meskipun demikian, istilah wihdatul wujud yang dipakai untuk
menyebut ajaran sentralnya itu tidaklah berasal darinya, tetapi berasal dari
Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras mengecam dan mengkritik ajaran
sentralnya tersebut, atau setidak-tidaknya tokoh itulah yang berjasa dalam
mempopulerkan ke tengah masyarakat Islam, meskipun tujuannya negatif.
Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek,
yaitu aspek luar dan aspek dalam. Aspek luar disebut makhluk (al-khalq)
dan aspek dalam disebut Tuhan (al-Haqq). Menurut faham ini aspek yang
sebenarnya ada hanyalah aspek dalam (Tuhan) sedangkan aspek luar hanyalah bayangan dari aspek dalam tersebut.
3. Tentang Maqamat
a. Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang
berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya
digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal
dengan istilah stages yang berarti tangga. Tentang berapa umlah tangga atau
muqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan.
Perbedaannya dengan ahwal yaitu muqamat adalah jalan untuk dekat dengan Tuhan
sedangkan ahwal adalah kondisi mental atau kejiwaan seseorang untuk dekat
dengan Tuhan.
b. Struktur Muqamat:
·
Taubat, secara
bahasa berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah SWT. dan
diajarkan Rasulullah SAW. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan
meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini. Sebagaimana
firman Allah SWT :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ
يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.
Al-Baqarah: 222)
Contohnya
taubat nasuha.
·
Wara, secara
harfiah artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini
selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Sedangkan dalam
pengertian sufi, al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat
keraguan-keraguan antara halal dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari
yang syubhat ini sejalan dengan hadits Nabi yang berbunyi:
فَمَنِ اتَّقَى
مِنَ الشُّبْهَاتِ فَقَدِاسْتَبْرَأَمِنْ الْحَرَامِ (رواه البخارى)
“Barangsiapa
yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari
yang haram.” (HR Bukhari).
Contohnya meninggalkan dosa dan maksiat.
·
Zuhud, secara bahasa
adalah Zuhd (Arab) darwis; pertapa dalam Islam; orang yang meninggalkan
kehidupan duniawi, mempunyai sikap tidak terbelenggu oleh hidup kebendaan. Amin
Syukur menambahkan, zuhud berarti mengasingkan diri dari kesenangan dunia untuk
ibadah. Sedangkan orang yang memiliki sikap zuhud disebut zahid. Makna dan
hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat
Al-Hadid ayat 20-23.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ
وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ
وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ
فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ (20)
سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ
آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (21)
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا
فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ
ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا
تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
Artinya
:
20.
ketahuilah,
bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan
Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.
21.
berlomba-lombalah
kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
22.
tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23.
(kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri,
Contohnya mengurangi rasa dengki dalam hati.
·
Fakir (faqr) adalah
maqam yang bertujuan untuk menyucikan diri dari segala keinginan selain Allah.
Tidak ada yang lebih penting dalam menghambakan diri kepada sang khalik selain
membebaskan keterikatan batin kepada selain-Nya. Dengan pengertian bahwa
melalui faqr, para salik akan menyadari serba terbatasnya dirinya sebagai
hamba. Sehingga, perasaan itu melahirkan kepasrahan dan ketundukan.
لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي
الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ
بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ
فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: “ (Berinfaqlah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang yang
kayak arena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan dengan
melihat sifat-sifatnya. Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan
apasaja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha
mengetahui.” (QS al-Baqarah: 273)
·
Sabar, Al-Ghazali
mengatakan,”Sabar berarti bersemayamnya pembangkit ketaatan sebagai ganti
pembangkit hawa-nafsu.” Al-Junaid berkata bahwa sabar itu, ”menanggung beban
demi Allah SWT. hingga saat-saat sulit tersebut berlalu”. Sedang menurut Sahl
At-Tusturi, ”sabar berarti menanti kelapangan (jalan keluar, solusi) dari
Allah.” Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam QS. Az-Zumar : 10
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ
اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
(10)
Artinya
: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada
Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.
Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
·
Tawakal, kata ’tawakal’
diambil dari akar kata ’wakalah’. ”Dia mewakilkan urusannya kepada si fulan”.
Kata ’mewakilkan’ disini berarti ’menyerahkan’ atau ’mempercayakan’. Tawakal
berarti menggantungkan hati hanya kepada ’al wakil’
(tumpuan perwakilan).
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ٨٩
89. Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
(Al-Maidah (5): 89).
·
Ridha berarti penerimaan, tetapi ia juga berarti
kualitas kepuasan dengan sesuatu atau seseorang. Ridha digambarkan sebagai
”keteguhan di hadapan qadha”. Allah SWT. menyebutkan ridha dalam kitab-Nya,
Artinya
: Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha
terhadapNya [457]. Itulah keberuntungan yang paling besar".(QS.
Al-Maidah (5) : 119)
c.
Mengenai:
·
Takhally yang bermakna sebagai penepisan, penyingkiran, penjauhan dan
pengosongan diri dari sifat-sifat buruk. Takhalli berarti mengosongkan jiwa
dari sifat-sifat buruk, seperti: sombong, dengki, iri, cinta dunia, riya’, dan
sebagainya.
·
Tahally adalah tahap periasan, estetika yang mesti dijadikan sifat
kepribadiannya, setelah seseorang bertakholly. Sifat-sifat terpuji dan mulia
haruslah menghias dirinya, dan itulah yang disebut Tahally. Tahalli berarti
menghiasi jiwa dengan sifat-sifat mulia, seperti: kejujuran, kasih sayang,
tolong menolong sabar, ikhlas, dan sebagainya.
·
Tajally adalah manifestasi, yang merupakan buah dari Takholly dan Tahally. Menurut
bahasa, tajalli berarti pernyataan atau penampakkan.
Sedangkan menurut istilah, tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Sedangkan menurut istilah, tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
4.
Tentang
Mahabbah dan Makrifah
a.
Mahabbah
·
Pengertian
Secara etimologi, mahabbah
adalah bentuk masdar dari kata:حب yang mempunyai arti: a) membiasakan dan
tetap, b) menyukai sesuatu karena punya rasa cinta. Mahabbah (cinta)
merupakan keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi kepada yang lain
atau ada perhatian khusus, sehingga menimbulkan usaha untuk memiliki dan
bersatu dengannya, sekalipun dengan pengorbanan.
·
2 ayat tentang
mahabbah
1)
Q.S Al-Baqarah ayat 165
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ
دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا
أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ
أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Artinya: Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
2) Q.S Ali Imran ayat 31
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ
اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
·
Cara mencapai
mahabbah
Cintanya orang-orang
sufi kepada Tuhan, mereka rela mengorbankan dirinya demi memenuhi keinginan
Tuhannya. Olehnya itu, cinta atau mahabbah pada hakikatnya adalah lupa
terhadap kepentingan diri sendiri, karena mendahulukan kepentingan yang
dicintainya yaitu Tuhan. Mahabbah adalah suatu ajaran tentang cinta atau
kecintaan kepada Allah. Tetapi bagaimana bentuk pelaksanaan kecintaan kepada
Allah itu tidak bisa dirumuskan secara pasti karena hal itu menyangkut perasaan
dan penghayatan subyektif tiap sufi.
·
Tokoh dan model
ajarannya
1) Rabi’ah
Al-Adawiyah, corak tasawuf Rabi’ah
yang begitu menonjolkan cinta kepada Tuhan tanpa pamrih apapun merupakan suatu
corak tasawuf yang baru di zamannya. Pada saat itu, tasawuf lebih didominasi
corak kehidupan zuhud (asketisme) yang sebelumnya dikembangkan oleh
Hasan al-Bashri yang mendasarkan ajarannya pada rasa takut (khauf) kepada
Allah. Corak tasawuf yang dikembangkan oleh Rabi’ah tersebut kelak membuatnya
begitu dikenal dan menduduki posisi penting dalam dunia tasawuf.
b.
Makrifah
·
Pengertian
Menurut ahli bahasa, kata Ma’rifat
diambil dari kata ‘Arafa, Ya’rifu, ‘Irfan, Ma’rifatan, semua ilmu disebut
Ma’rifat, dan semua Ma’rifat adalah ilmu, dan setiap orang memiliki ilmu
(‘alim) tentang Allah SWT. berarti seorang yang ‘arif, dan setiap yang ‘arif
berarti ‘alim. Berdasarkan pengertian ini orang yang berma’rifat adalah orang
yang memiliki ilmu (‘arif). Kata Ma’rifat secara harfiah atau semantik dapat
diartikan mengenal atau mengetahui dan dapat diperluas lagi pengertianya
menjadi cara mengetahui atau mengenal eksistesi Tuhan.
·
2 ayat tentang
makrifah
1) Q.S Qaaf ayat 22
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ
فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
Artinya : Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai
dari (hal) ini, Maka kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu,
Maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
2) Q.S Al-Insaan ayat 13
مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ لا
يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلا زَمْهَرِيرًا
Artinya: Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas
dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula
dingin yang bersangatan.
·
Cara mencapai
makrifah
Kaum Sufi untuk mendapatkan suatu ma’rifah melalui jalan yang ditempuh
dengan mempergunakan suatu alat. Menurut Al-Qusyairi ada tiga yaitu:
1) Qalb fungsinya untuk dapat mengetahui sifat Tuhan.
2) Ruh fungsinya untuk dapat mencintai Tuhan.
3) Sir fungsinya untuk melihat Tuhan.
Kedudukan Sir lebih halus dari Ruh dan Qalb, dan Ruh lebih halus dari Qalb.
Qalb di samping sebagai alat untuk merasa juga sebagai alat untuk berpikir.
Bedanya qalb dengan aql ialah kalau aql tidak dapat menerima pengetahuan
tentang hakikat Tuhan, tetapi Qalb dapat mengetahui hakikat dari segala yang
ada dan manakala dilimpahi suatu cahaya dari Tuhan, bisa mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan.
Posisi sir bertempat di dalam ruh, dan ruh sendiri berada di dalam qalb.
Sir akan dapat menerima pantulan cahaya dari Allah apabila qalb dan ruh
benar-benar suci, kosong dan tidak berisi suatu apapun. Pada suasana yang
demikian, Tuhan akan menurunkan cahanya-Nya kepada mereka (Sufi). Dan
sebaliknya mereka yang melakukannya (orang sufi) yang dilihat hanyalah Allah
SWT.
·
Tokoh dan model
ajarannya
1)
Zunnun
Al-Misri, nama lengkapnya adalah Abu al-Fayd Sauban bin Ibrahim
al-Misri. zunnun Al-Misri menekankan konsep Ma’rifat pada ajaran tasawuf
adalah Zunnun Al-Misri, ya habibullah. Zunnun membagi tingkatan Ma’rifat dalam
tiga tingkatan, yaitu : yang pertama adalah tingkat awam, dan yang kedua adalah
tingkat ulama dan yang ketiga adalah tingkat sufi, seperti yang sudah diuraikan
dalam Jalan Menuju
Ma’rifat dan Hakekat. Menurut Zunnun Al-Misri, Ma’rifat atau mengenal
Allah swt yang sesungguhnya adalah ma’rifat lewat hati sanubari,
karena pada tingkatan syahadat dan logika itu sebenarnya bukanlah termasuk
Ma’rifat, tetapi itu hanya dapat digolongkan kedalam kategori ilmu saja. Selain
konsep ma’rifat beliau juga mengungkapkan pengalamannya tentang khauf
(rasa takut kepada Allah). Menurutnya, jika kebenaran telah meliputi diri
seseorang maka kebenaran akan rasa takut kepada Allah akan meliputi dirinya.
Karena “takut itu penjaga amal dan harap itu adalah penolong bencana”
2)
Al Qusairi. Menurutnya ada tiga alat
yang digunakan manuasia dalam hubungannya dengan Tuhan. Qalbu untuk mnegenal
sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan, dan sir untuk melihat Tuhan. Sir
lebih halus dari ruh, dan ruh lebih halus dari qalb, dan qalb itu tidak sama
dengan hati atau jantung. Sir bertempat di ruh, ruh bertempat di qalb, qalb itu
berkaitan dengan jantung. Setelah qalbunya bersih, maka sir muncul dan menerima
illuminasi dari-Nya. Dia menurunkan cahaya-Nya, maka sampailah ia pada tingkat
makrifah. Memperoleh makrifah merupakan suatu proses yang bersifat kontinyu.
Memperoleh makrifat yang penuh tentang Tuhan, merupakan suatu hal yang tidak
mungkin, karena semacam cangkir teh yang tidak akan pernah bisa menampung semua
air di samudera.
5.
Tentang Tarekat
a.
Awal mula
munculnya tarekat
Jika ditela’ah secara sosiologis dengan lebih mendalam, tampak ada
hubungan antara latar belakang lahirnya trend dan pola hidup sufistik dengan
perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya
gerakan kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Bashri (110
H.) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H.). Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap
pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani
Umayyah. Demikian juga berkembangnya tasawuf filosofis yang dipelopori oleh Abu
Mansur Al-Hallaj (309 H.). dan Ibn Arabi (637 H.), tampaknya tidak bisa
terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung
tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh
berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof peripatetik, seperti;
al-Kindi, Ibn Sina, Al-Farabi, dan lain-lain. Demikian juga halnya, munculnya
gerakan tasawuf sunni yang dipelopori oleh al-Qusyairi, al-Ghazali dan
lain-lain, juga tidak terlepas dari dinamika masyarakat Islam pada saat itu.
Mereka banyak mengikuti pola kehidupan sufistik yang menjauhi syari’at, dan
tenggelam dalam keasikan filsafatnya. Sehingga sebagai antitesanya, munculah
gerakan kembali ke syari’at dalam ajaran tasawuf, yang dikenal dengan istilah
tasawuf sunni. Adapun tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal),
sebagai bentuk terakhir gerakan tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja
muncul. Kemunculannya tampaknya lebih dari sebagai tuntutan sejarah, dan latar
belakang yang cukup beralasan, baik secara sosiologis, maupun politis pada
waktu itu. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat
pada masa itu, yaitu faktor kultural dan struktur. Dari segi politik, dunia
Islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian barat dunia Islam, seperti :
wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan orang-orang Kristen
Eropa, yang terkenal dengan Perang Salib. Selama lebih kurang dua abad (490-656
H. / 1096-1258 M.) telah terjadi delapan kali peperangan yang dahsyat. Di
bagian timur, dunia Islam menghadapi serangan Mongol yang haus darah dan
kekuasan. Ia melahap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian juga halnya di
Baghdad, sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Situasi politik kota
Baghdad tidak menentu, karena selalu terjadi perebutan kekuasan di antara para
Amir (Turki dan Dinasti Buwihi). Secara formal khalifah masih diakui, tetapi
secara praktis penguasa yang sebenarnya adalah para Amir dan sultan-sultan.
Keadaan yang buruk ini disempurnakan (keburukannya) oleh Hulagu Khan yang
memporak porandakan pusat peradaban Umat Islam (1258 M.). Kerunyaman politik
dan krisis kekuasaan ini membawa dampak negatif bagi kehidupan umat Islam di
wilayah tersebut. Pada masa itu umat Islam mengalami masa disintegrasi sosial
yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak terjadi, seperti antara
golongan sunni dengan syi’ah, dan golongan Turki dengan golongan Arab dan
Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir yang melanda sungai Dajlah
yang mengakibatkan separuh dari tanah Iraq menjadi rusak. Akibatnya, kehidupan
sosial merosot. Keamanan terganggu dan kehancuran umat Islam terasa di
mana-mana. Dalam situasi seperti itu wajarlah kalau umat Islam berusaha
mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrinnya yang dapat
menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan sesama muslim. Masyarakat
Islam memiliki warisan kultural dari ulama sebelumnya yang dapat digunakan,
sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang merupakan aspek kultural yang ikut
membidani lahirnya gerakan tarekat pada masa itu. Dan yang tidak kalah
pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka memberikan pengayoman
masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang sangat hebat (ibarat
anak ayam kehilangan induk). Dengan dibukanya ajaran tasawuf kepada orang awam,
secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi yang bersifat massal. Maka
kemudian banyak orang awam yang memasuki majelis dzikir dan halaqah-nya para
sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu kelompok tersendiri (eksklusif)
yang disebut dengan tarekat. Di antara ulama sufi yang kemudian memberikan
pengayoman kepada masyarakat umum untuk mengamalkan tasawuf secara praktis
(tasawuf ‘amali), adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.).
Kemudian menurut Al-Taftazani diikuti oleh ulama’ sufi berikutnya seperti syekh
Abd. Qadir al – Jailani dan Syekh Ahmad ibn Ali al-Rifa’i. Kedua tokoh sufi
tersebut kemudian dianggap sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah dan Rifa’iyah yang
tetap berkembang sampai sekarang.
Menurut Harun Nasution sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanaqah, tahap thariqah dan tahap tha’ifah.
Menurut Harun Nasution sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanaqah, tahap thariqah dan tahap tha’ifah.
Istilah tarekat
lebih banyak digunakan para ahli tasawuf. Mustafa Zahri dalam hal ini
mengatakan bahwa tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu
ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan
oleh sahabat-sahabatnya, turun temurun sampai kepada guru-guru secara berantai
sampai pada masa kini. Tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi
seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang bertemakan
menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang mendalam.
Tarekat yang tadinya merupakan suatu sistem atau jalan yang ditempuh menuju
kepada Tuhan, kemudian menjelma dalam bentuk organisasi-organisasi yang
kemudian dalam perkembangannya timbul tarekat-tarekat cabang yang merupakan
perpecahan dari tarekat induknya, sehingga dengan demikian timbullah
macam-macam tarekat.
b.
Dua tarekat
besar yang berkembang di Indonesia
1) Tarekat Qadariyah didirikan oleh
Syaikh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166) dan ia sering pula disebut al-Jilli.
Tarekat ini banyak tersebar di dunia Timur, Tiongkok,, sampai ke pulau Jawa.
Pengaruh tarekat ini cukup banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan
lewat bacaan manaqib pada acara-acara tertentu. Naskah asli manaqib di tulis
dalam bahasa arab. Berisis riwayat hidup dan pengalaman sufi Abdul Qadir
Jaelani sebanyak empat puluh episode. Manaqib ini dibaca dengan tujuan agar
medapatkan berkah dengan sebab keramatnya.
2) Tarikat rifaiyah didirikan oleh
Syaikh Rifa’i. tarekat ini banyak tersebar di daerah Aceh, Jawa, Sumatera
Barat, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya. Cirri tarekat ini adalah penggunaan
tabuhan rabana dalam wiridnya, yang diikuti dengan tarian dan permainan debsu,
yaitu menikam diri dengan sepotong senjata tajam yang diiringi dengan
dzikir-dzikir tertentu. Permainan debus ini berkembang pula di daerah Sunda,
khususnya Banten, Jawa Barat.
c.
Tata cara
pelaksanaan Tarekat
Tata cara pelaksanaan tarekat
antara lain:
1)
Dzikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah dalam
hati serta menyebutkan namanya dengan lisan. Dzikir ini berguna sebagai alat
control bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang
sudah ditetapkan Allah.
2)
Ratib, yaitu mengucapkan lafal lailaha illa Allah dengan
gaya, gerak dan irama tertentu.
3)
Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair
tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumental) seperti memukul rebana.
4)
Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan
bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
5)
Bernafas, yaiitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan
dzikir yang tertentu.
d.
Pengaruh
Tarekat di dunia Islam
Ditijau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula
muncul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Naman, Dr. Kamil
Musthafa Asy-Syibi dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf dan gerakan Syi’ah
mengungkapkann, tokoh pertama yang memperkenalkan system Tariqah itu ialah
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di baghdad, Sayyi Ahmad Ar-Rifa’i di Mesir dengan
tarekat rifa’iyyah, dan Jalal Ad-Din Ar-Rumi di Persia. Organisasi serupa mulai
timbul pada abad ke-12 M tetapi belum menonjol, dan baru nampak perkembangannya
pada abad-abad berikutnya. Disamping untuk pria ada juga tarekat untuk wanita
tetapi tidak berkembang dengan baik seperti tarekat untuk pria. Pada awal
munculnya, tarekat berkembang di dua daerah, yaitu Khurasan dan Irak. Pada
periode ini mulai timbul beberapa di antaranya tarekat Yasafiyah yang didirikan
oleh Ahmad Al-Yasafi, tarekat Khawajagawiyah disponsori oleh Abd Al-Khaliq
Ghuzdawani. Pada abad ke-13 awal mula pengaruh tarekat dalam dunia islam dimana
kedudukan tarekat ini sama dengan parpol (partai politik), dan juga para
tentara menjadi anggotanya, bahkan penyokong tarekat Bektasih adalah tentara
Turki. oleh kerena itu, tarekat ini ketika di bubarkan oleh Sultan Mahmud II di
tetang oleh tentara turki. Jadi tarekat tidak hanya berpusat pada persoalan agama,
tetapi juga tarekat ini bergerak dalam persoalan dunia. Tetapi, pada saat itu
terjadi penyelewengan di dalam tarekat, di mana ketika tarekat keagamaan
meluaskan pengaruh dan organisasinya ke seluruh pelosok negeri, dengan
menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang tersusun dengan baik dan
memberikan otonomi daerah. Setiap kelompok ada ketuanya yang di muliakan
sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya.
Dengan ini, timbullah suatu paham yang di sebut dengan wasilah, yaitu paham
bahwa permohonan seseorang tidak dapat di tujukan secara langsung kepada allah,
tetapi harus melalui guru, guru-gurunya, demikian terusnya sampai kepada syekh,
baru bisa bertemu dengan Allah atau berhubungan langsung dengan Allah. Inilah
yang di tentang oleh Muhammad Abd Al-Wahhab di Arabia, karena paham ini sudah
membawa kepada paham syirik. Pada abad ke-18 landasan penting bagi
peristiwa-peristiwa terkemudian dalam kehidupan Islam umumnya dan dalam sejarah
tarekat sufi pada khususnya. Sebagaimana dunia islam pada abad ke-18 dan pada
awal abad ke-19 yang berjumpa dengan perluasan dan modernisasi Barat. Dalam
perjumpaan itu tarekat-tarekat sufi memainnkan peran penting, tetapi
kadang-kadang tidak memperoleh perhatian sebanyak kegiatan yang di lakukan oleh
gerakan-gerakan radikal yang dibentuk dan dipengaruhi oleh barat. Pada abad
ke-19 mulai muncul pemikiran yang negative tentang tarekat dan juga tasawuf.
Banyak yang menentang dan meninggalkan tarekat. Yang pertama yang meninggalkan
tarekat adalah Muhammad Abduh yang merupakan pengikut tarekat yang paling
patuh, tetapi setelah betemu dengan Jamaluddin Al-Afghani, ia berubah pendirian
dan meninggalkan tarekat dan mementingkan dunia disamping akhirat. Banyak para
pengamat menyatakan bahwa pada era modern, tarekat secara efektif telah
berakhir. Seorang otoritas besar Perancis mengenai sufisme abad pertengahan,
umpamanya mengumumkan bahwa tarekat dalam keadaan runtuh sepenuhnya dan
menghadapi permusuhan dan penghinaan oleh kaum elit dari dunia muslim modern.
Hal ini mencerminkan ketegangan sejarah yang panjang antara kaum elit muslim
intelektual perkotaan dan tarekat, maupun secara khusus ada keyakinan modern
bahwa pengalaman religius yang bersifat mistis tidak bersesuaian dengan
modernitas. Pada abad ke-20, peran tarekat kadang-kadang berbada.
Tarekat-tarekat mapan tampak tidak efektif dalam manjawab tantangan tertentu
modernitas, namun struktur-struktur dasar atau pendekatan umum masih
menyediakan model bagi gerakan revivalis dan reformis islam baru. Tetapi, pada
saat yang sama walaupun dalam konteks yang berubah, banyak terma pokok dalam
pengalaman-pengalaman lama tarekat yang tetap berlanjut. Banyak para pengamat
berpikir, bahwa begitu masyarakat menjadi lebih modern dan terindustrialisasi,
fungsi-fungsi sosial guru sufi dan organisasi mereka akan menurun. Pada
pertengahan abad ke-20 banyak analisis yang melukiskan gambaran tentang
berkurangnya, dan mungkin lenyapnya tarekat-tarekat sufi. Tetapi malah
sebaliknya, tarekat-tarekat sufi justru semakin kuat secara menakjubkan
disebagian besar dunia islam serta dalam komunitas muslim dimana tarekat sufi
hanyalah minoritas saja. Pada akhir abad ke-20 tradisi-tradisi sufi meiliki
kekuatan khusus dalam situasi yang mengandung derajat pluralisme keagamaan yang
semakin tinggi. Tradisi-tradisi ini juga mengizinkan artikulasi Islam dalam
bentuk yang sesuai dengan perspektif sekularitas. Tarekat dalam dunia islam ini
sangat berpengaruh besar, dimana tarekat ini tidak hanya mementingkan urusan
akhirat saja, tetapi mereka juga mementingkan urusan dunia dimana ketika umat
Islam dalam acaman, tarekat ini pun ikut bergerak dalam menyelamatkan umat
Islam dari ancaman bahaya tersebut. Bahkan dengan berkembangnya zaman tarekat
ini masih memiliki peran penting dalam dunia islam.
6.
Tentang Tasawuf
dan Masyarakat Modern
a.
Arti dan contoh
krisis dunia modern mengenai kehilangan visi keilahian dan solusi alternatifnya
Krisis peraban
modern bersumber pada penolakan terhadap hakikat ruh, Tuhan, kehidupan akhirat,
hidupnya hanya mengandalkan roti semata. Eksesnya, kekuatan manusia mengalami
eksternalisasi. Berikutnya, menaklukan dunia tanpa batas. Interaksi dengan alam
melalui proses desakralisasi alam. Mendapat kepuasan dari alam tanpa rasa
tanggung jawab apapun. Munculah berbagai krisis dunian modern. Krisis kehidupan
spiritual, juga krisis kehidupan social. Idealnya penguasa bumi ini, keatas
berperan sebagai Abdullah dan kebawah berperan sebagai khalifatullah. Dengan
demikian keseimbangan hidupnya dapat dijaga.
Manusia
dipandang sebagai khalifah Allah fil ardh, aktif, memelihara keharmonisan
kosmis, membunikan rahmat-Nya dan Abdullah fil masjid, pasif dihadapan-Nya,
menerima apapun rahmat yang diturunkan-Nya.
Solusinya:
·
Memperkenalkan
hikmah perennial Islam tentang tatanan alam dan kaitannya dengan setiap fase
kehidupan manusia.
·
Mengembangkan
kesadaran perlakuan etis terhadap lingkungan alam.
·
Latihan
spiritual
·
Pengalaman
ajaran agama
Contohnya kerusakan lingkungan disekitar
manusia.
b.
Arti dan contoh
krisis dunia modern mengenai kehampaan spiritual dan solusi alternatifnya
Terlalu
menggunakan rasio berakibat pada mudah dihinggapi penyakit kehampaan spiritual.
Kemajuan pesat di Barat dalam bidang filsafat, ilmu, teknologi, hanya mampu
memenuhi kebutuhan pokok manusia yang immanen, empiris, namun kebutuhan
pokoknya yang transenden tidak terpenuhi. Kebutuhan ini hanya bisa dipenuhi
dengan menggali sumber ilahiyah. Menghidupkan sikap keagamaan. Manusia modern
menciptakan ilusi untuk melepas tanggungjawabnya atas keberadaan tuhan. Menjauh
dari hijab itu dan menggantinya dengan ilusi-ilusi yang menyenangkan baginya
dan manuisa modern tradisional berupaya menyikap hijab itu untuk sampai kepada
tuhan. Itulah gambaran manusia modern yang sudah terjatuh.
Untuk
menentukan kembali integritas manusia secara utuh, manusia harus berada pada
titik pusat, mampu mengambil jarak dari kenyataan yang senantiasa berubah dan
serba profane.
Agar manusia
modern:
·
Memikirkan
kembali kehadiran tuhan sebagai landasan kebijakan.
·
Kembali kepada
agama yang menuntun jalan hidup manusia agar selamat.
Contohnya Manusia modern menciptakan ilusi
untuk melepas tanggungjawabnya atas keberadaan tuhan. Menjauh dari hijab itu
dan menggantinya dengan ilusi-ilusi yang menyenangkan baginya dan manuisa
modern tradisional berupaya menyikap hijab itu untuk sampai kepada tuhan.
Itulah gambaran manusia modern yang sudah terjatuh.
c.
Arti dan contoh
krisis dunia islam mengenai krisis pemikiran dan solusi alternatifnya
Krisis dunia islam mulai terjadi ketika
kolonialisme eropa mengenai pantai dari al-Islam. Secara perlahan modernisme
terus menggenaninya. Krisis ini berdimensi kosmis saat itu
sekularistik-materialistik barat terjadi di dunia Islam tradisi autentik Islam
mulai dirusak. Dunia Islam saat ini, mengelompok pada tiga bagian yaitu:
1)
Muslim yang
masih berpegang teguh pada tradisional
2)
Muslim yang
sudah terpengaruh oleh modernism
3)
Muslim yang
berada ditengah ketegangan pertarungan tradisional-modernism.
Warisan
intelektual Islam masih merupakan realitas yang hidup, akan membimbingnya dari
pinggir lingkaran kepusat eksistensi. Di pihak lain, masuknya peradaban modern
merupakan anti-tesis dari prinsip-prinsip Islam yang dipegangnya. Dimasyarakat
muslim, senter masih terlihat batasan-batasan lingkaran masih diketahui bentuknya,
dimensi transenden masih hadir, ibadah ritual dilaksanakan, hukum tuhan
merupakan aturan pokok, figure wali masih hidup. Muslim yang hidup di
pojok-pojok dunia Islam, terasing dari pengaruh modernism, dunianya homogeny,
ketegangan kehidupannya normal. Muslim dipusat dunia Islam tersentuh modernism,
diwarnai ketegangan yang muncul dari pertarungan dua system nilai yang
berlawanan, Barat dan Islam.
Solusinya
lebih memperdalam kajian tasawuf agar lebih dekat dengan Tuhan.
7.
Buku tasawuf
yang pernah dibaca
·
Buku Ilmu Tsawuf oleh M. Solihin yang diterbitkan di Bandung oleh CV
Pustaka Setia pada tahun 2008
·
Buku Akhlak Tasawuf oleh A. Mustofa yang diterbitkan di Bandung oleh
Pustaka Setia pada tahun 2007
·
Buku Ilmu Tasawuf oleh Rosihon Anwar yang diterbitkan di Bandung oleh
CV. Pustaka Setia pada tahun 2000
·
Buku Akhlak Tasawuf oleh H. A. Mustofa yang diterbitkan di Bandung oleh
CV Pustaka Setia pada tahun 2010
Comments
Post a Comment