Nilai akhlak
merentang dari perbuatan yang sangat terpuji hingga perbuatan yang sangat tercela.
Perbuatan sepertiperbuatan yang terpuji, tercela, Nampak dan tersembunyi
disebut juga dengan perbuatan etis. Perbutan etis itu kebalikannya adalah
perbuatan alami yang terjadi alamiah atau tidak dibuat-dibuat.
Perbuatan
manusia dibagi menjadi dua yaitu perbuatan yang alami dan perbuatan ikhtiari.
Perbuatan ikhtiari itu ada yang berharga yaitu bersifat material dan ada yang
bernilai yaitu bersifat non material. Perbuatan yang bernilai itu disebut juga
dengan perbuatan terpuji atau akhlak terpuji. Akhlak terpuji adalah sifat-sifat
terrpuji yang memikirkan serangkaian perbuatan-perbuatan moderat (utama), yang
berada di tengah antara kedua ujung ekstrimnya. Sedangkan akhlak tercela, yaitu
sifat-sifat tercela yang memunculkan serangkaian perbuatan-pewrbuatan tercela
secara konsisten.Perbutan tercela itu adalah perbuatan yang memihak pada salah
satu titik ekstrim.
A.
Akhlak Terpuji
Akhlak terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab akhlaq mahmudah. Mahmudah merupakan
bentuk maf’ul dari kata hamida yang berarti dipuji. Akhlak terpuji disebut pula
dengan akhlaq karimah (akhlak mulia)
atau makarim al-akhlaq (akhlak mulia)
atau al-akhlaq al-munjiyat (akhlak
yang menyelamatkan pelakunya). Berikut ini dijelaskan beberapa pengertian
akhlak terpuji :
1.
Menurut Al-Ghazali, akhlak terpuji
merupakan sumber ketaatan dan kedekatan kepada Allah swt. Sehingga mempelajari
dan mengamalkannya merupakan kewajiban individual setiap muslim.
2.
Menurut Al-quzwaini, akhlak terpuji
adalah ketepatanjiwa dengan perilaku yang baik dan terpuji.
3.
Menurut Al-Mawardi, akhlak terpuji
adalah perangai yang baik dan ucapan yang baik.
4.
Menurut Ibnu Hazm, pangkal akhlak
terpuji ada empat, yaitu sdil, paham, keberanian dan kedermawanan.
5.
Menurut Abu Dawud As-Sijistani (w.
275/889), akhlak terpuji adalah perbuatan-perbuatan yang disenangi, sedangkan
akhlak tercela adalah perbuatan-perbuatan yang harus dihindari.
·
Macam-macam
Akhlak Terpuji
a. Jujur
Jujur adalah salah satu sifat
terpuji yaitu tidak mengada-ngada, tidak menyembunyikan, mengatakan keadaan
yang sebenarnya dan tidak menambahkan atau melebihkan suatu fakta. Di antara
ciri jujur menurut Al-Muhasiby adalah mengharapkan keridaan Allah swt semata
dalam perbuatan, tidakmengharapkan imbalan dari makhluk dan benar dalam ucapan.
Apa yang dituturkan oleh Al-Muhasiby ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
Al-Ghazali.
Ia menegaskan bahwa jujur yang
sempurna adalah hendaklah seseorang menghilangkan sifat riya’ dari dirinya,
sehingga bagi dirinya tidak ada perbedaan antara orang yang memuji dan mencelanya.
Sebab, ia tahu bahwa yang memberikan manfaat atau bahaya hanyalah Allah swt
semata, sementara makhluk tidak memberikan apa-apa.
Dasar perintah berlaku jujur adalah
:
1.
Firman Allah swt dalam surat
At-Taubah 9: 119 yang artinya “wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah, dan bersamalah dengan orang yang benar”
2.
Rasulullah saw bersadba : “Sesungguhnya
kebenaran itu membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surge.
Seseorang yang membiasakan diri berkata benar tercatat di siis Allah sebagai
orang yang benar” (HR. Muttafaq ‘alaih)
3.
Rasululah saw bersabda :
“Tinggalkanlah apa yang engkau ragu-ragukan pada apa yang tidak engkau
ragu-ragukan. Sesungguhnya, kebenaran itu memebawa pada ketenangan dan dusta
itu menimbulkan keragu-raguan” (HR. At-Tirmidzi)
Jika
kejujuran telah membudaya dalam suatu masyarakat, akan terlihat suatu kehidupan
yang harmonis, man dan damai. Maka, sudah seharusnya sebagai muslim kita
bersikap jujur dalam kehidupan kita.
b. Cerdas
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna (Q.S. At-Tin:
5). Secara fisik, manusia memiliki struktur tubuh yang sangat sempurna,
ditambah lagi dengan pemberian akal, maka ia adalah makhluk jasadiyah dan ruhaniyah.
Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang
berbeda-beda.
Menurut Howard Gordner definisi kecerdasan sebagaimana dikutip oleh Agus
Efendi, adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang
bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred binet dan
Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen : (1) kemampuan
mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan
jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan (3) kemampuan mengkritik diri
sendiri.
Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang apabila ditinjau dari
pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau dekat dengan kecerdasan,
antara lain :
- Al-fathanah atau al-fithnah,
yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama denganal-fahm (paham)
lawan dari al-ghabawah (bodoh).
- Adz-dzaka’
yang berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah (tajamnya
pemahaman hati dan cepat paham). Ibn Hilal al-Askari membedakan
antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa adz-dzaka’
adalah tamam al-fithnah (kecedasan yang
sempurna).
- Al-hadzaqah ,
di dalam kamus Lisan al-‘Arab, al-hadzaqah diberi
ma’na al-Maharah fi kull ‘amal (mahir dalam segala
pekerjaan).
- An-Nubl dan an-Najabah,
menurut Ibn Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni
cerdas.
- An-Najabah,
berarti cerdas.
- Al-Kayyis,
memiliki ma’na sama dengan al-‘aqil (cerdas).Rasulullah saw.
Mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana
dalam hadits berikut :
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
(رواه الترمذي)
“Dari
Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda : orang yang cerdas adalah orang
yang merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R.
At-Tirmidzi)”.
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab
pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki
asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber
bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi
akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang diketahui secara langsung.
Agus Efendi menyimpulkan dari
beberapa pendapat ahli, ada 14 jenis kecerdasan :
1.Intelligence Quotient (Kecerdasan Inteligensi).
2. Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk).
3. Practical Intelligence (Kecerdasan Praktis)
4. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
5. Entrepreneurial Intelligence (Kecerdasan Berwiraswasta)
6. Financial Intelligence (kecerdasan Finansial)
7. Adversity Quotient (Kecerdasan Advesitas)
8. Aspiration Intelligence (Kecerdasan Aspirasi)
9. Power Intelligence (Kecerdasan Kekuatan)
10. Imagination Intelligence (Kecerdasan Imajinasi)
11. Intuition Intgelligence (Kecerdasan Intuitif)
12. Moral Intelligence (Kecerdasan Moral)
13. Spiritual Intelligence (Kecerdasan spiritual)
14. Succesful Intelligence (Kecerdasan Kesuksesan)
Ø Kecerdasan
Pribadi
Kecerdasan pribadi ini banyak dijelaskan di dalam
al-Quran, seperti pada Surat Adz-Dzariyat ayat 21 berikut:
وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا
تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu
tiada memperhatikan” (Q.S. adz-Dzariyat/52 : 21)
Dengan
bentuk pertanyaan, Allah swt. memotivasi manusia agar selalu berusaha mengetahui,
mengenali dirinya. Begitu pentingnya dan sentralnya pribadi. Al-Qurthubi
menafsirkan ayat tersebut ; apakah mereka tidak melihat, dengan penglihatan
tafakkur dan tadabbur sehingga mereka dapat mengambil petunjuk bahwa pada diri
merka terjadi peristiwa dan perubahan.
Apabila
manusia tidak berpikir dengan peringatan ini bahwa Allah telah memberikan akal
pada dirinya, yang dengannya dapat mengatur dan mengerahkan segala sesuatu.
Berpikir awal mula kejadiannya, diciptakan dari sperma kemudian berubah menjadi
segumpal darah, kemudian berubah menjadi segumpal daging. Perubahan dari muda
menjadi tua. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya itu tidaklah terjadi
dengan sendirinya, tetapi itu semua atas kehendak Allah swt.
Panca
Indra manusia adalah lebih mulia dibanding bintang yang menerangi. Pendengaran
dan penglihatan laksana matahari dan rembulan di dalam menemukan hal-hal yang
perlu diketahui. Semua anggota badannya itu akan hancur. Otot-ototnya laksana
sungai-sungai, sedang jantungnya laksana mata air yang akan mengalir ke
sungai-sungai itu. Kandung kemih laksana lautan, tulang laksana gunung. Anggota
badan laksana pepohonan, maka sebagaimana setiap pohon memiliki daun dan buah
demikian pula setiap anggota badan memiliki perbuatan dan pengaruh. Rambut di badan laksana pohon-pohon kecil dan
rumput Segala apa yang ada di jagad raya
ini ada padanannya di alam kecil yaitu badan manusia.
Kecerdasan pribadi ini mencakup kemampuan manusia dalam mencermati
penciptaan dirinya, Allah swt. menciptakan bentuk tubuh manusia yang sangat
sempurna, seperti yang telah diungkapkan di atas, juga kemampuan mencermati dan
menganalisa prilaku dirinya.
Ayat
berikut juga memberikan dorongan kepada manusia agar ia memiliki Kecerdasan
Pribadi, Yaitu pada Surat al-Baqarah : 44 dan 242,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ
وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri padahal kamu
membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir”(Q.S. Al-Baqarah/2 : 44)
-
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional adalah
kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain,
kamampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Emosi merupakan
salah satu dari trilogi mental yang terdiri dari ; kognisi, emosi, dan
motivasi.
Menurut
Paul Ekman, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, ada enam (6) jenis emosi
dasar, yaitu ; anger (marah), fear (takut), surprise (kejuan), disgust
(Jengkel), happiness (kebahagiaan), dan sadness (kesedihan).
Kecerdasan Emosional (EQ) yang diungkap oleh Al-Quran
dalam ayat-ayat yang diberi stressing dengan
menggunakan kata yang memiliki makna kecerdasan seperti tafakkur dan
sejenisnya, seperti pada Surat al-Rum : 21 beikut ;
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar tgerdapat tanda-tanda
bagi kaum Yang berfikir” (Q.S. Al-Rum/30 : 21).
Pada
ayat tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada orang-orang yang berfikir, bahwa
mereka telah diberikan nikmat cinta dan kasih sayang, yang mesti dikelola
dengan sebaik-baiknya. Apabila mereka menggunakan kecerdasan emosionalnya
dengan mengendalikan emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka
akan melahirkan kedamaian dan ketentraman.
Ayat
berikut menjelaskan bentuk Kecerdasan Emosional yang lain :
الْحَجُّ
أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا
فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ
اللَّهُوَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي
الْأَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats. Berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (Q.S. Al-Baqarah : 197)
Ayat tersebut memanggil orang-orang yang berakal (uli al-albab) agar dapat
mengendalikan emosi di saat melaksanakan
ibadah haji, pada saat itu bertemu banyak orang dari berbagai bangsa dan
negara, yang berbeda watak, kultur, dan tradisi. Pengendalian emosi dalam berbicara,
tidak berbicara yang tidak baik dan tidak bermanfaat, juga tidak membalas
perkataan orang lain yang tidak baik.
-
Kecerdasan Spiritual
Kecedasan Spiritual (Spiritual Quotion) adalah
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandinkan dengan yang lain. Kecerdasan yang
menfasilitasi suatu dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh,
menyediakan titik tumpu bagi pertumbuhan dan perubahan, menyediakan pusat
pemberi makna yang aktif dan menyatu bagi diri.
Ayat Al-qur’an mengenai kecerdasan spiritual
diantaranya Surat Al-Baqarah : 164) :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ
مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ
دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nyadan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan”(Q.S. al-Baqarah :164).
Juga pada ayat berikut, Surat Al-Maidah : 58 :
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan apabila menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu
adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”(Q.S.
Al-Maidah/5 : 58)
-
Kecerdasan Visual
Kecerdasan ini adalah kemampuan
untuk memberikan gambar-gambar dan imagi-imagi, serta kemampuan dalam
mentransformasikan dunia visual-spasial. Keterampilan menghasilkan imagi mental
dan menciptakan representasi grafis, berfikir tiga dimensi.
Ayat yang
mengungkap Kecerdasan Visual ini antara lain, Surat Al-Ra’d ayat 3 :
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا
رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ
اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia lah Yang menjadikan bumi terbentang luas, dan menjadikan padanya
gunung-ganang (terdiri kukuh) serta sungai-sungai (yang mengalir). dan dari
tiap-tiap jenis buah-buahan, ia jadikan padanya pasangan: dua-dua. ia juga
melindungi siang Dengan malam silih berganti. Sesungguhnya semuanya itu mengandungi
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum Yang (mahu) berfikir.(Q.S.Al-Ra’d : 3)
-
Kecerdasan Tubuh
Kecerdasan Tubuh adalah Kecerdasan Atletik dalam mengontrol tubuh seseorang
dengan sangat cermat. Oleh karena itu, ditegaskan oleh Buzan bahwa jika kita memiliki
kecerdasan Fisik yang tinggi maka kita akan memahami hubungan antara otak dan
tubuh, men sana in corpore sano, pikiran yang sehat terdapat dalam badan yang
sehat, Sebaliknya, badan yang sehat berada dalam pikiran yang sehat (Agus
Efendi : 2005 : 152).
Al-Quran memberikan petunjuk kepada manusia, agar memilki kecerdasan
memeliharaha badannya, sehingga terhindar dari hal-hal yang membahayakan
badannya, seperti al-Quran Surat al-Baqarah ayat 219 berikut :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا
أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَقُلِ الْعَفْوَ
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka bertanya tentang khamar dan judi. Katakanlah:
“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu
: apa yang mereka nafkahkan? Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berfikir”(Q.S., Al-Baqarah/2 : 219).
-
Kecerdasan Moral
Kecerdasan Moral berarti Kemampuan
seseorang untuk melalukan hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang lain.
Ayat-ayat al-Quran yang di dalamnya menyinggung orang-orang yang memiliki akal
(kecerdasan) yang terkait dengan moral seperti Surat al-Hujurat Ayat 4 :
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ
وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari
luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti “(Q.S. al-Hujurat /49: 4)
Juga dalam ayat berikut, Surat Al-Qalam: 5:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4) فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ (5)
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung. Maka kelak kamu akan melihat, dan mereka (orang-orang kafir) pun
akan melihat”(Q.S.Al-Qalam/68:4-5)
-
Sumber Kecerdasan
Al-Quran memberikan isyarat bahwa ada 3 sumber Kecerdasa, yaitu;
1.
Keimanan atau keyakinan, apa yang diyakininya akan menjadi inspirasi dan
motivasi seseorang untuk membentuk kecerdasan atau kemampuan bepikir.
2. Ilmu,
Dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, yang terhampar di
jagad raya, maka manusia akan memilki pikiran dan kecerdasan.
3. Sejarah, yaitu
pengalaman pribadinya pada masa lalu, juga peristiwa- peristiwa dan sejarah
umat terdahulu. Oleh karena itu, Al-Qur’an sangat banyak mengingatkan kepada
manusia agar memilki kemampuan mengambil pelajaran sejarah umat terdahulu,
sehingga sepertiga isi al-Quran adalah berupa al-Qashash (cerita-cerita), juga
mendorong kamampuan manusia melihat masa lalunya sendiri untuk dijadikan
pelajaran buat masa depan, sebagaimana pada Surat al-Hasyr : 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnyauntuk hari esok (akhirat).
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(Q.S. Al-Hasyr/59 : 18).
c. Tangguh
Tangguh sama artinya dengan kuat, kokoh, tahan banting, bertekad untuk
beridri tegak dan gigih pantang menyerah. Sedangkan ketangguhan adalah
kemampuan seseorang untuk berbuat yang terbaik dari apa yang dipercayakan
kepadanya. Tangguh juga dpaat diartikan dengan membuat keputusan untuk mengubah
sikap mengasihani diri, suka mengeluh dan bergantung menjadi percaya diri,
mandiri dan totalitas dalam bertindak.
Kita dapat merenungkan ayat al-qur’an “Bertakwalah kepada Allah. menurut
kemampuanmu” (QS. At-Taghabun [64]: 16) dan hadis yang mengatakan bahwa :
“Allah merahmati seseorang yang mengetahui kemampuannya” (Al-Hadits)
d. Peduli
Muslim diajarkan bagaimana ia cinta terhadap sesama muslimnya. Peduli akan
kesusahannya, kesenangannya. Banyak sekali ajaran-ajaran islam yang mengajarkan
akan arti peduli. Banyak ayat yang menganjurkan kita untuk tidak menghardik
anak yatim, menyayanginya, menyantuninya. Peduli. Dalam islam juga dikenal
dengan adanya sedekah yang sunnah. Zakat yang wajib. Ini dilakukan supaya tidak
ada senggang antara si kaya dan si miskin. Peduli, semuanya rata, Allah menilai
tingkat ketaqwaan bukan kekayaan. Rasulullah SAW ketika dipenghujung usianya,
beliau tak memikirkan keadaan dirinya. Tapi yang terucap dari lisannya yang
agung adalah, ‘ummati, ummati, ummati…’. Lagi-lagi beliau mengajarkan betapa
pentingnya peduli.
Bahkan sampai dengan tegas ada hadits yang menyatakan pedulilah pada
tetanggamu, jika tidak maka kau bukan bagian dari orang-orang mukmin. “Bukan
mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR.
Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah 149).
Maka Allah
mempertegas bahwa seorang muslim harus memiliki rasa peduli kepada sesamanya
dalam ayat-Nya.
Adapula ayat al-qur’an yang menjelaskan pentingnya sikap peduli :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang
bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An
Nisa: 36)
B. Akhlak Tercela
Kata madzmumah berasal dari bahasa arab yang artinya tercela. Akhlak
madzmumah artinya akhlak tercela. Istilah ini digunakan oleh beberapa kitab
tentang akhlak, seperti Ihyaa ‘ulum ad-diin dan Ar Risaalah Al-qusairiyyah.
Istilah lain yang digunakan dalam masawi al-akhlaq sebagaimana digunakan oleh
Asy-syamiri.
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebut akhlak
tercela. Akhlak tercela merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak
keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia. Bentuk-bentuk
akhlak madzmumah bisa berkaitan dengan Allah swt, Rasulullah saw, dirinya,
keluarganya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Banyak keterangan yang menjelaskan perintah menjauhi akhlak tercela dan
pelakunya, diantaranya :
1.
Rasulullah saw, bersabda yang
artinya “Seandainya akhlak buruk itu seseorang yang berjalan di tengah-tengah
manusia, ia pasti orang yang buruk. Sesungguhnya, Allah tidak menjadikan
perangaiku jahat”
2.
Rasulullah saw juga bersadba :
“Sesungguhnya akhlak tercela termasuk merusak kebaikan sebagaimana cuka merusak
madu”
·
Macam-macam
Akhlak Tercela
a. Dusta
Dusta adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan
lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti menggelengkan kepala atau
mengangguk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah menyebutkan dusta
sebagai salah satu tanda kemunafikan. Beliau bersabda yang artinya, “Tanda orang
yang munafik ada tiga: jika berkata dia dusta, jika berjanji dia ingkari, dan
jika diamanahi dia khianat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
-
Dusta yang diperbolehkan dan yang
tidak diperbolehkan
Secara asalnya, semua dusta terlarang dalam Islam. Namun, sebagai agama
pertengahan yang tidak berlebihan dan mengurang-ngurangi, Islam memiliki
pengecualian dalam berdusta. Karena, terkadang berdusta dibutuhkan pada
waktu-waktu tertentu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memberikan
keringanan untuk berdurta dalam tiga keadaan: untuk memperbaiki hubungan antara
suami istri, memperbaiki hubungan antara dua orang, dan kebohongan dalam
peperangan. Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Tidak halal berdusta
kecuali pada tiga keadaan: seorang laki-laki berbicara kepada istrinya, dusta
dalam peperangan, dan dusta untuk memperbaiki hubungan antara manusia.” (HR.
At-Tirmidzi dari Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha, dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani rahimahullahu)
Para ulama sepakat bolehnya berdusta pada tiga keadaan ini :
1.
Dusta dalam Bergurau
Lalu bagaimana dengan dusta untuk bergurau? Apakah termasuk yang
dikecualikan? Jawabannya terkandung dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam yang artinya, “Celaka orang yang berbicara kemudian berdusta untuk membuat
tertawa manusia, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi
dari sahabat Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu, hadits ini hasan menurut
Syaikh Al-Albani rahimahullahu).
Meninggallan berkata dusta meskipun hanya gurauan adalah kesempurnaan iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda yang maknanya, “Seorang
hamba tidak beriman secara sempurna hingga dia meninggalkan dusta meskipun
hanya bergurau.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari sahabat Abu Hurairah
rahimahullahu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan, “Derajat hadits
ini shahih lighairih” di dalam kitab Shahih At-Targhib)
2.
Dusta kepada Anak
Bagaimana dengan berdusta kepada seorang anak? Meskipun hanya berdusta
kepada anak kecil agar datang kepadanxa, hal itu tidak diperbolehkan di dalam
agama Islam. Rasul shallallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa mengatakan kepada seorang anak, ‘Kesini nak, aku beri kamu.’
Lalu dia tidak memberinya, maka ini adalah sebuah kedustaan.” (HR. Ahmad, dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu)
Dalam al-qur’an juga dijelaskan mengenai dusta yaitu “Sesungguhnya yang
mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang dusta.” (QS. An-Nahl :
105). Ayat ini memperingatkan kita bahwa sesungguhnya orang-orang yang suka
berdusta adalah orang-orang yang tidak mau beriman kepada ayat-ayat Allah.
Mereka tidak takut terhadap ancaman Allah swt yang sangat pedih lagi keras.
Kebohongan adalah perbuatan dan ciri orang-orang munafiq. Oleh karena itu,
hendaknya kita menjauhinya. Sebab jika terbiasa dusta, boleh jadi pada akhirnya
kita berubah menjadi orang munafik. Rasulullah saw bersabda :
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ,
وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: (1) Apabila berkata, ia dusta. (2)
Apabila berjanji, ia ingkar. (3) Apabila dipercaya, ia khianat”. [HR.
Al-Bukhoriy (no. 33), dan Muslim (no. 59)].
Hadits ini memperingatkan kita
bahwa sifat-sifat orang munafiq, demikian adanya. Semoga kita tidak memiliki
sifat-sifat tersebut dan senantiasa berikhtiar untuk menjaga diri kita dari
sifat-sifat tersebut.
Allah swt juga berfirman “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang
kepadanya? bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang
yang kafir?” (QS. Az-Zumar : 32)
b. Bodoh
Abu Darda’ radhiyallahu anhu
berkata: “Tanda orang bodoh itu ada 3 (tiga), yaitu:
1. Bangga diri.
2. Banyak bicara dalam hal yg tidak bermanfaat.
3. Melarang orang lain dari suatu perbuatan, namun ia
sendiri melakukannya.” (Lihat ‘Uyuunu Al-Akhbaar, karya Ibnu Qutaibah II/39).
Jadi, Orang pintar itu selalu berupaya membebaskan diri dari 3 Tanda Orang
Bodoh di atas, dan juga dari tanda-tanda yg lainnya, seperti bermalas-malasan
dalam beramal ibadah dan tidak peduli dengan menuntut ilmu agama, mengharapkan
keselamatan dan kebahagian di dunia dan akhirat tetapi ia berjalan di atas
jalan kesesatan, kesengsaraan.
Kebodohan dalam Pandangan Ali bin
Abi Tholib :
- Kamu tidak
melihat orang bodoh kecuali dia cenderung ifrath (melampaui batas) atau tafrith
(lalai)
- Banyak
orang alim dibunuh oleh kebodohannya sendiri dan ilmunya tidak bermanfaat
baginya
Sahabat Ali bin abi thalib ditanya "Terangkan kepada kami sifat orang
bijak" Beliau menjawab: "Dia adalah orang yang meletakkan sesuatu
pada tempatnya"; kemudian beliau ditanya lagi "Jelaskan kepada kami
sifat orang bodoh" sahabat Ali kw. Menjawab: "Sudah aku jelaskan
(yakni orang yang meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya). Barang siapa yang
berdiri (menentang) kebenaran niscaya akan binasa.
Kebodohan dalam pandangan Muhammad
Baqir:
Suatu ketika Muhammad Baqir ibn Ali ibn Husain ibn Ali bin Abi Thalib ra.
berniat untuk bepergian. Tiba-tiba ayah beliau Imam Ali As-Sajjad ra. masuk ke
rumah. Salah satu yang diucapkan beliau adalah, “Wahai anakku, hindarilah
bersahabat dan bergaul dengan orang bodoh; jauhi dan hindari berbicara
dengannya.” Beliau menjelaskan tanda-tanda kebodohan serta sempitnya pemikiran
dan pandangannya. Beliau berkata:
-Apabila berbicara, kebodohannya
mempermalukannya
-Apabila berdiam diri, celanya
tertutupi
-Apabila berbuat (sesuatu), (ia)
merusak
-Apabila diminta untuk menjaga
(sesuatu), (ia) menghilangkannya
-Ilmunya tidak cukup bagi dirinya
dan ilmu orang lain tidak berguna baginya
-Ia tidak
taat kepada (orang) yang menasihatinya dan temannya tidak pernah (merasa) tenang
dengan kehadirannya.
-Ibunya merasa tidak melahirkannya
dan isterinya merasa telah kehilangan dirinya
-Tetangganya jauh dari rumahnya dan
temannya menjauh darinya
-Apabila ia
yang paling muda dalam majelis, (ia) merasa lebih sadar dari orang yang lebih tua
(darinya)
-Apabila ia yang paling tua, (ia)
merusak (orang) yang lebih muda darinya.
c. Rapuh
Allah telah menjadikan manusia dari unsur Ruh (jiwa) dan jasad (jasmani).
Ilmu kedokteran telah berkembang sedemikian pesatnya, banyak penyakit jasmani
yang sudah dikenal dan ditemukan obatnya oleh dunia kedokteran dewasa ini.
Namun sedikit sekali yang diketahui manusia tentang penyakit dan obat bagi
gangguan atau penyakit jiwa (Ruh). Jika sakit jasmani bisa diobati dengan
memberikan obat kimia, herbal atau tindakan operasi. Sakit atau gangguan
kejiwaan tidak bisa diobati dengan cara tersebut. Jiwa tidak bisa diraba atau
disentuh secara fisik.
Mengobati penyakit atau gangguan kejiwaan jauh lebih rumit dibandingkan
mengobati penyakit atau gangguan jasmani. Allah memberi pengetahuan pada
manusia tentang jiwa atau ruh ini sangat sedikit dibandingkan ilmu tentang
jasmani. Kesulitan utama adalah dikarenakan jiwa atau Ruh tidak bisa dilihat
atau diraba secara fisik, sehingga tidak ada alat yang bisa menyentuh atau
mengdiagnosa tentang kondisi jiwa atau ruh seseorang. Dalam surat Al Israak
ayat 85 Allah menegaskan hal ini :
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِ ۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّى وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Al Israak 85)
Kondisi kesehatan dan ketangguhan jiwa seseorang sangat berpengaruh bagi
kwalitas hidup dan ketangguhan seseorang dalam menghadapi berbagai masalah atau
problem hidup yang dihadapinya. Orang yang jiwanya sehat dan kuat dapat
menghadapi berbagai masalah kehidupan dengan mudah, sementara orang yang
jiwanya rapuh, lemah dan dirongrong berbagai penyakit sangat rapuh terhapap
berbagai masalah kehidupan.
Ciri khas dari orang yang memiliki jiwa rapuh adalah, jika mendapat
kenikmatan atau kesenangan mereka bergembira secara berlebih-lebihan.
Berjingkrak-jingkrak kegirangan, melompat kesana kemari, tertawa
terbahak-bahak, berjalan dengan sombong dan congkak. Namun jika mereka ditimpa
musibah atau kesulitan, maka orang yang berjiwa agresif akan mengumpat,
memaki-maki, marah-marah serta menyalahkan berbagai pihak atas kejadian yang
menimpanya, sedangkan mereka yang berjiwa pasif akan sering melamun, mengunci
diri, menyendiri serta bicara dan tertawa seorang diri. Allah menggambarkan
keadaan orang yang berjiwa rapuh ini dalam surat Al-Fajr ayat 15-16 :
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)
15- Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
16- Adapun
bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku”. (Al Fajr 15-16)
Jiwa yang rapuh ini dapat ditanggulangi atau diobati dengan memperbanyak
berzikir kepada Allah swt, membaca asmaul husna, membaca al-qur’an, berkumpul
dengan orang-orang saleh dan mengisi jiwa dengan hal-hal positif seperti
mendengarkan ayat al-qur’an atau mendengarkan ceramah. Seharusnya kita jangan
rapuh, melainkan haruslah memiliki jiwa yang kuat dan pribadi yang tangguh.
d. Masa bodoh
Secara
bahasa masa bodoh adalah kata afektif untuk menyatakan tidak senang hati;
terserahlah; sesukamulah:begini tidak mau, begitu tidak mau, –; tidak peduli apa-apa; tidak memperhatikan
sama sekali; acuh tak acuh: tt pendidikan anaknya ia — saja;
bersikap — ,
pb tidak peduli apa-apa; tidak ikut memikirkan perkara orang lain; 1).
Mendengar kedua kata tersebut sekilas akan memunculkan kesan negatif di pikiran
kita.
Masa bodoh dalam beberapa hal dapat menjadi hal yang positif. Bahkan sikap
masa bodoh mutlak diperlukan untuk menjadi pribadi yang sukses. Untuk tujuan itu,
di dalam kehidupan sehari-hari
setidaknya sikap masa bodoh diperlukan dalam hal-hal berikut :
1. Masa bodoh terhadap hal-hal
sepele/tidak penting/tidak bermanfaat
Terlalu banyak memikirkan atau mengerjakan perkara yang sepele dan tidak
bermanfaat, tentu saja akan banyak membuang waktu yang kita punya, sementara
banyak hal-hal penting lainnya yang kita abaikan. Masa bodoh dalam hal ini
diterangkan di dalam Al-Qur’an sebagai ciri-ciri orang beriman yang sukses “Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari(perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna.” (QS Al-Mu’minun : 3)
2. Masa bodoh terhadap urusan/bisnis
orang lain
Kepedulian terhadap sesama adalah sifat yang mulia, peduli terhadap sesama
dapat melahirkan sikap simpati dan empati. Namun ada saatnya seseorang tidak
ingin kita terlalu peduli terhadap urusannya. Saat hal ini terjadi sikap masa
bodoh adalah lebih utama, dan sikap peduli bisa diartikan sebagai “ikut campur”
oleh orang yang memiliki urusan.
3. Masa bodoh terhadap kritikan
destruktif ( penghancur/perusak/pelemah)
Dalam kehidupan sosial, semua yang kita lakukan tidak lepas dari pengamatan
orang lain. Kadang perbuatan kita mendapat respon positif dari lingkungan,
namun kadang pula sebaliknya. Respon negatif
ini biasanya tersampaikan lewat kritikan, baik verbal ataupun nonverbal.
Kritikan yang membangun dapat kita
terima sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi diri. Namun kritikan yang
destruktif (menjatuhkan/merusak), lebih baik, masa bodoh sajalah.
Banyak manfaat yang akan kita peroleh bila menerapkan sikap masa bodoh pada
3 hal di atas. Paling tidak 3 manfaat yang sudah terlihat :
1. Urusan kita yang lebih prioritas
tidak akan terbengkalai
2. Kita memiliki lebih banyak energi
dan waktu untuk mengurusi urusan/bisnis sendiri.
3. Kita
tetap menjadi seorang yang istiqomah tidak akan terpengaruh dengan pedasnya
kritikan destruktif.
Namun, sikap masa bodoh juga dapat menjadi akhlak
tercela karena dengan sikap tersebut kita menjadi tidak peduli dengan apa yang
orang lain rasakan atau kesulitan orang lain. Misalnya, bila tetangga kita
sakit seharusnya kita tahu dan jangan bersikap masa boodh karena sejatinya
setiap manusia harus saling tolong menolong dan bersikap empati. Kemudian, bila
keluarga atau orang terdekat kita sedang berada dalam kesusahan kita juga
jangan bersikap masa bodoh atau acuh, malah sebaliknya seharusnya kita
membantunya. Dari Jubair bin Muth'im ia berkata: Rasulullah saw bersabda,
"tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali persaudaraan/ tali
kekeluargaan." (HR. Bukhori dan Muslim)
Comments
Post a Comment